OPINI

Mengalahkan Gerakan ‘Cancel Culture’: Etika Pembatalan dan Komunikasi yang Menghargai Perbedaan Pendapat

Redaksi
889
×

Mengalahkan Gerakan ‘Cancel Culture’: Etika Pembatalan dan Komunikasi yang Menghargai Perbedaan Pendapat

Sebarkan artikel ini
sumber gambar: herculture.org

OPINIMasyarakat Indonesia sempat dihebohkan oleh gerakan boikot kepada band asal Inggris, The 1975, usai penampilan band tersebut diberhentikan di Malaysia. Penampilan diberhentikan karena dua personil sesama jenis berciuman di atas panggung. Gerakan boikot ini terjadi karena Matty Healy dan Ross McDonald yang melanggar regulasi di Malaysia mengenai penolakan LGBT. Sebelum melakukan tindakan tersebut, Healy sempat mengunggah pesan yang mengkritik UU anti-LGBT di Malaysia yang tidak adil. Cancel culture ini juga berdampak pada pembatalan konser The 1975 di Indonesia. Berita tersebut membawa kekecewaan mendalam bagi para fans yang sudah membeli tiket konser tersebut.

Cancel culture banyak ditujukan pada tokoh publik yang berperilaku tercela. Menurut kamus Merriam-Webster, cancel culture adalah kecenderungan menarik massa untuk melakukan penolakan sebagai bentuk ekspresi ketidaksetujuan dan memberikan tekanan sosial. Cancel culture sebagai aksi untuk berhenti mendukung dan mengidolakan seseorang akibat perkataan atau perbuatannya yang tidak sesuai atau menyinggung.

Menurut Velasco (2020), cancel culture diawali dengan penghinaan publik terhadap individu pada berabad-abad lalu, salah satunya hukuman cambuk di muka umum. Pihak yang dianggap bersalah tidak diberikan kesempatan untuk melakukan debat terbuka sebagaimana yang terjadi di masa kini. Seiring berkembangnya zaman, cancel culture dilakukan secara digital melalui media sosial.

Cancel culture telah populer di kalangan netizen sehingga semakin banyak pula tokoh figur yang diboikot dengan berbagai alasan. Masyarakat Indonesia yang mudah terpengaruh arus oleh konten di media sosial menjadi sasaran empuk untuk menyebarkan aksi cancel culture ini. Namun, apakah cancel culture ini dapat membuat jera figur publik tersebut atau hanya dijadikan sebagai lapak untuk mencaci maki tanpa mengingat tujuan dari cancel culture yang sebenarnya? Nyatanya, cancel culture memiliki dampak ganda, yaitu positif dan negatif.

Baca Juga:  Pentingnya Hukum dalam Dunia Kesehatan, Membangun Keseimbangan antara Kewajiban dan Hak

Cancel culture mampu menjadi alat kontrol sosial dalam menggunakan media sosial. Media sosial yang dapat dengan mudah memviralkan sebuah konten, membuat public figure menjadi berhati-hati dalam mengunggah sesuatu. Dengan begitu, cancel culture dapat menjadi bahan pertimbangan seseorang untuk tidak membuat konten yang menyinggung pihak tertentu. Reputasi yang telah dibangun menjadi taruhan seorang public figure untuk memproduksi sebuah konten atau menyampaikan pesan di ruang digital yang terbuka. Serangan cancel culture mampu menghapus akun seseorang, pemutusan kontrak kerja, mengganggu kesehatan mental, hingga penurunan potensi ekonomi.

Di sisi lain, gerakan cancel culture dapat merusak reputasi dan citra tokoh publik terkait tuduhan yang belum tentu benar. Hal ini dapat terjadi apabila masyarakat belum teredukasi dengan baik mengenai cancel culture dan hanya terpengaruh untuk menjatuhkan figur tersebut. Hal ini dapat terjadi apabila seorang individu mengikuti suara mayoritas terhadap sebuah isu, walaupun pendapatnya tidak selaras dengan pendapat mayoritas.

Dalam fenomena serangan cancel culture ini, penulis melihat “kealpaan” etika komunikasi di dunia digital. Pemboikotan, perundungan, dan pembatalan yang dilakukan terhadap seseorang tentunya melanggar standar etika hidup dan pemudaran kesadaran moral manusia. Cancel culture juga mengarah kepada serangan terhadap kebebasan berbicara karena netizen telah menutup ruang aman bagi mereka. Disini, pelanggaran etika dapat terlihat dari serangan cancel culture yang menyertakan perundungan, pelecehan seksual, cyberbullying, hingga kekerasan. Perlu adanya kesadaran terhadap etika komunikasi di dunia digital disertai dengan kaidah normatif untuk mengatur tindakan manusia.

Etika komunikasi digital harus diimplementasikan melalui tuturan yang santun. Tuturan dalam dunia digital dapat mencerminkan kesantunan kepribadian personal. Dalam keseharian, penyampaian aspirasi melalui ruang digital masih belum mencerminkan kesantunan. Etika komunikasi sering diabaikan karena belum membudaya sebagai urat nadi kehidupan bermasyarakat dan bernegara .Etika komunikasi digital yang baik adalah menghindari kata kasar, provokatif, porno, ataupun sara.

Baca Juga:  Gadai SK Pasca Pelantikan Anggota DPRD, Fenomena Atau Sebuah Kebutuhan Penuhi Gaya Hidup

Dalam melakukan gerakan cancel culture, masyarakat sudah seharusnya menyampaikan kritik secara konstruktif. Fokus kritik harus ditujukan pada tindakan atau ucapan tertentu, bukan pada karakter atau kepribadian seseorang. Dalam bertutur, hindari penggunaan bahasa yang menghina atau merendahkan karena tujuan utama untuk memboikot tindakan tercela tersebut menjadi tidak tercapai. Dalam berkomentar, ada baiknya kita sebagai manusia dapat memahami sudut pandang orang lain dan bersimpati dengan mempertimbangkan konteks di balik tindakan atau ucapan mereka. Empati dapat ditunjukkan walaupun kita tidak setuju dengan tindakan tokoh publik tersebut. Apabila kita memang peduli dan fokus terhadap tindakannya, tidak masalah untuk menawarkan solusi atau saran perbaikan yang dapat dilakukan. Pastikan kritik yang disampaikan datang dari niat yang baik untuk membantu, bukan hanya sekedar menjatuhkan dan mencaci maki.

Sebagai pengguna media sosial aktif, penting untuk bijak dan berpikir sebelum mengirim pesan atau mengunggah sesuatu secara online. Respon emosional dari pengguna lain harus ditanggapi dengan berpikir terlebih dahulu dan merespon tanpa menggunakan kata- kata yang merendahkan.
Apabila tokoh publik tersebut melakukan tindakan yang rancu, ada baiknya untuk meminta klarifikasi dan dialog terbuka untuk menghindari tuduhan palsu. Dengan begitu, netizen yang bijak dapat menghargai hak untuk menyatakan pendapat. Sebelum melakukan cancel culture, pastikan untuk selalu memverifikasi kebenaran informasi sebelum menyebarkannya.

Dengan fenomena cancel culture, diharapkan edukasi dan literasi dapat diperkuat agar serangan cancel culture tidak salah sasaran. Keterampilan komunikasi yang santun dan pengelolaan konflik juga penting untuk dibina sejak kecil dalam lingkungan keluarga dan sekolah. Implementasi kebijakan yang adil dan transparan dalam menangani ujaran kebencian atau informasi palsu juga dapat diperkuat. Dengan menerapkan prinsip etika komunikasi, ruang digital dapat menjadi lebih konstruktif dan mengurangi efek negatif dari cancel culture. Penerapan etika komunikasi kiranya dapat menciptakan ruang digital yang lebih aman dan ideal untuk kebebasan berpendapat. Bersama, kita kalahkan gerakan cancel culture yang bertolak belakang dengan etika komunikasi.

Baca Juga:  Calon Kepala Daerah Berstatus Tersangka, Harapan Rakyat atau Ancaman Hukum?

 

Daftar Pustaka

Merriam-Webster. (n.d.). Cancel Culture. https://www.merriamwebster.com/dictionary/cancel%20culture

Suhartono, A. (2023, July 23). Usai Diboikot Malaysia karena Ciuman Sejenis, band the 1975 Batalkan Konser Di Indonesia. iNews.ID. https://www.inews.id/news/internasional/usai-diboikot-malaysia-karena-ciuman-sejenis-band-the-1975-batalkan-konser-di-indonesia

Velasco, J. C. (2020). You are cancelled: Virtual collective consciousness and the emergence of cancel culture as ideological purging.

 

Penulis: Vallerie Angelique Effendi

*) Ikuti Berita Terbaru Portal Indonesia di Google News klik disini dan Jangan Lupa di Follow.