Portal Gorontalo

YLBHI Gorut Sorot Pelaksanaan PSBB

38
×

YLBHI Gorut Sorot Pelaksanaan PSBB

Sebarkan artikel ini
YLBHI Gorut Sorot Pelaksanaan PSBB
Ketua YLBHI Gorit, Tutun Suaib

Portal-Indonesia.com, Gorontalo Utara –Masyarakat tidak bisa diberikan sanksi pidana terhadap pelanggar PSBB sehingga menjadi titik lemah terhadap pelaksanaan PSBB.

Hal itu diutarakan Ketua YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia) Gorut (Gorontalo Utara) Tutun Suaib kepada awak media, Kamis (14/05/2020)

“Sanksi dapat dijatuhkan oleh UU, sementara peraturan yang diterapkan sebatas Permen, PP, Pergub tidak bisa menjatuhkan sanksi pidana. Sedangkan sanksi paling tinggi yaitu denda, itupun dalam bentuk Peraturan Daerah tapi bukan Pergub,” kata Tutun Suaib.

Menurut Tutun Suaib, seperti diketahui bersama, Pemda dapat izin PSBB untuk memudahkan megeluarkan Pergub. Sedangkan Indonesia punya tiga UU digunakan dalam konteks penanganan Covid 19, yakni UU Kesehatan, UU Wabah Penyakit dan UU Kekarantinaan Kesehatan.

“Jika penerapanya mengacu pada UU Wabah Penyakit ada sanksi pidananya, tapi yang diterapkan oleh Pemerintah sekarang bukan itu, melainkan UU Kekarantinaan Kesehatan. Ini yang menjadi acuan untuk menerbitkannya PP mengenai PSBB. Namun tidak merujuk pada UU Kesehatan dan UU Wabah Penyakit dan Aparat Penegak Hukum (APH) bisa menerapkan sanksi, jika Pemerintah menerapkan karantina wilayah yang diatur dalam UU Kekarantinaan Kesehatan,” beber Tutun Suaib.

Kemudian, lanjut Tutun Suaib, UU Kekarantinaan Kesehatan sanksi pidana sama sekali tidak ada. Sementara di dalam PSBB, polisi akan terlibat apabila pemerintah memberlakukan karantina wilayah. ” Maka disitulah ada kewenangan polisi bertindak,” imbuhnya.

Masih menurut Tutun Suaib, Kapolri benar mengeluarkan maklumat tapi sebatas pengumuman biasa, bukan sebagai perintah tegas yang berkekuatan hukum untuk menjatuhkan sanksi pada pelanggar. Jadi mengumumkan sesuatu, harus kita lihat isi maklumat. Sebab maklumat sejatinya hanya berbentuk pengumuman tidak lebih dari itu. Ini bukan suatu perintah yang tegas dan tidak ada sanksi.

“Jangan kaget ketika ada perlawanan orang berkumpul, ojek, penjual, apalagi berboncengan berdua diatas motor, lalu dibubarkan dengan paksa dan atau ditindak tegas. Lalu polisi mengatakan apa dasar hukumnya melakukan tindakan pelarangan dan atau pembubaran,? Karena yang berlaku hanya PSBB tapi bukan Karantina Wilayah. Jadi harus kita pahami bersama bahwa apa yang kita jalankan tidak punya dasar hukum dan ini titik lemah diterapkanya PP tentang PSBB,” beber Tutun Suaib.

Jelasnya lagi bahwa, dalam UU Kekarantinaan Kesehatan No 6 Thn 2018 telah diatur sanksi pidana, dimana pelanggar diancam pidana penjara maksimal 1 tahun denda paling banyak Rp 100 juta. Tapi sanksi itu hanya bisa diberikan jika diberlakukan karantina wilayah, bukan dalam konteks PSBB,

“Jika PSBB tidak efektif, maka pemerintah harus mampu mengambil langkah lain, yaitu karantina wilayah. Tapi perlu diketahui karantina wilayah cukup berat, mengingat konsekuensi besar harus ditanggung pemerintah. Terutama tingkat perekonomian dan keberlangsungan hidup masyarakat sehari-hari,” tutup Tutun Suaib.

Reporter: Mohammad Ghiffari

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *