Portal Gorontalo

Akademisi Universitas Ichsan Gorontalo Ini Bicara Soal UU Cipta Kerja

1903
×

Akademisi Universitas Ichsan Gorontalo Ini Bicara Soal UU Cipta Kerja

Sebarkan artikel ini
Akademisi Universitas Ichsan Gorontalo Ini Bicara Soal UU Cipta Kerja

Akademisi Universitas Ichsan Gorontalo, Jupri, SH.MH. 


GORONTALO | Portal-Indonesia.com – Akademisi Universitas Ichsan Gorontalo, Jupri, SH.MH, menyampaikan pandangan dirinya mengenai keputusan DPR yang telah mensahkan RUU Cipta Kerja pada Rabu (07/10/2020).

Menurutnya, Pemerintahan Joko Widodo dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terkesan memaksakan pengesahan UU Cipta Kerja atau Omnibus Law (OL) Cipta Kerja.

Selain itu, Jupri menilai RUU Cipta Kerja yang telah disahkan itu di luar batas nalar yang wajar. “UU ini tidak hanya berisikan pasal-pasal bermasalah dimana nilai-nilai konstitusi (UUDNRI Tahun 1945) dan Pancasila dilanggar bersamaan tetapi juga cacat dalam prosedur pembentukannya,” kata Jupri.

“Aspirasi publik pun kian tak didengar, bahkan terus dilakukan pembatasan, seakan tidak lagi mau dan mampu mendengar apa yang menjadi dampak bagi hak-hak dasar warga,” sambungnya.

Lebih lanjut Jupri menyampaikan dalil tentang masalah mendasar dalam materi muatan pasal-pasal UU Cipta Kerja, diantaranya:

Pertama, Sentralistik Rasa Orde Baru. Terdapat hampir 400 an pasal yang menarik kewenangan kepada Presiden melalui pembentukan peraturan presiden;

Kedua, Anti lingkungan hidup. Terdapat pasal-pasal yang mengabaikan semangat perlindungan lingkungan hidup, terutama terhadap pelaksanaan pendekatan berbasis resiko serta semakin terbatasnya partisipasi masyarakat;

Ketiga, Liberalisasi Pertanian. Tidak akan ada lagi perlindungan petani ataupun sumberdaya domestik, semakin terbukanya komoditi pertanian impor, serta hapusnya perlindungan lahan-lahan pertanian produktif;

Keempat, Abai terhadap Hak Asasi Manusia. Pasal-pasal tertentu mengedepankan prinsip semata-mata keuntungan bagi pebisnis, sehingga abai terhadap nilai-nilai hak asasi manusia, terutama perlindungan dan pemenuhan hak pekerja, hak pekerja perempuan, hak warga dan lain lain;

Kelima, Mengabaikan Prosedur Pembentukan UU. Metode ‘Omnibus Law’ tidak diatur dalam UU No.12 Tahun 2011 jo UU No. 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Dalilnya tersebut menurut Jupri, sama dengan dalil teman-teman akademisi yang tergabung dalam Koalisi Akademisi Menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja.

“Bagaimana mungkin sebuah UU dapat dibentuk tidak sesuai prosedur. Terlebih lagi, semua proses pembentukan hukum ini dilakukan di masa pandemi. Sehingga sangat membatasi upaya memberi aspirasi untuk mencegah pelanggaran hak-hak asasi manusia,” tandas Juffry

“Mempertimbangkan permasalahan mendasar tersebut dan serta menyimak potensi dampak kerusakan yang akan ditimbulkannya secara sosial-ekonomi, maka kami tegas menolak disahkannya RUU Cipta Kerja (Omnibus Law) karena telah bertentangan dari tujuan kita bernegara yaitu kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia,” tutupnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *