OPINI — Dewanti Rumpoko menjabat sebagai Wali Kota perempuan pertama di Kota Batu, Jawa Timur, dari tahun 2017 hingga 2022.
Kepemimpinannya menjadi sorotan, tak hanya karena latar belakang politiknya, tetapi juga karena pendekatan khasnya di tengah dinamika daerah yang kompleks. Dalam birokrasi lokal yang terus berkembang menuju tata kelola yang profesional dan partisipatif, gaya kepemimpinan Dewanti mencerminkan pelajaran penting tentang stabilitas, komunikasi, dan kesinambungan.
Dewanti menerapkan gaya kepemimpinan transaksional. Ia menjaga harmoni dalam birokrasi, mempertahankan program-program sebelumnya, dan menghindari konflik terbuka. Pendekatan ini menciptakan kesan kepemimpinan yang hati-hati namun konsisten, terutama dalam menjaga stabilitas administratif serta membina hubungan baik dengan berbagai pemangku kepentingan.
Sektor pariwisata dan UMKM menjadi prioritas utama Dewanti. Ia aktif mempromosikan Kota Batu sebagai destinasi unggulan Jawa Timur melalui pembangunan infrastruktur dan penyelenggaraan festival budaya. Event seperti Batu Creative Festival dan Batu Night Spectacular sukses menarik wisatawan dan mendorong pertumbuhan ekonomi lokal.
Dewanti juga konsisten memperjuangkan pemberdayaan perempuan dan kesejahteraan keluarga. Ia membangun citra sebagai sosok ibu bagi masyarakat dan mendukung kebijakan yang memperkuat peran perempuan serta keseimbangan sosial di Kota Batu.
Namun, kepemimpinannya tak luput dari kritik. Sebagian pengamat menilai pendekatannya terlalu konservatif dan kurang inovatif, khususnya dalam penanganan isu tata ruang, konflik agraria, dan transparansi anggaran.
Afiliasi politiknya dengan dinasti keluarga Rumpoko juga menimbulkan pertanyaan soal independensi kebijakan publik. Tantangan ke depan adalah bagaimana memadukan stabilitas dengan inovasi demi menjawab kompleksitas persoalan daerah.
Dewanti menonjolkan kebijakan komunikatif melalui dialog terbuka yang mendorong partisipasi publik.
Pendekatan ini membangun kepercayaan serta memperkuat transparansi antara pemerintah dan warga, menciptakan pemerintahan yang lebih responsif dan akuntabel.
Dalam pengembangan pariwisata dan UMKM, ia mendorong kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta demi pembangunan berkelanjutan yang inklusif.
Sebagai pemimpin perempuan, kehadiran Dewanti membuka ruang representasi gender yang lebih luas di panggung politik lokal yang biasanya didominasi laki-laki. Ia membuktikan bahwa kepemimpinan bukan sekadar gebrakan, melainkan juga kemampuan berkomunikasi, kesinambungan, serta kepekaan terhadap kebutuhan masyarakat.
Kepemimpinan Dewanti tidak hanya menyoroti aspek ekonomi dan sosial, tetapi juga pembangunan sumber daya manusia. Ia menyadari bahwa kemajuan daerah bergantung pada kualitas SDM. Oleh karena itu, ia menginisiasi berbagai program pelatihan dan pendidikan untuk meningkatkan keterampilan masyarakat, khususnya di sektor pariwisata dan UMKM, guna mencetak tenaga kerja yang kompeten dan berdaya saing.
Dewanti juga meningkatkan kualitas layanan publik melalui digitalisasi. Dengan memanfaatkan teknologi informasi, ia memperkenalkan sistem layanan yang lebih efisien dan transparan, seperti aplikasi pengaduan masyarakat dan penyediaan informasi publik. Langkah ini mempermudah akses layanan serta memperkuat akuntabilitas anggaran daerah.
Dalam isu keberlanjutan, Dewanti melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan lingkungan. Ia menggalakkan partisipasi aktif warga dalam program pelestarian seperti penghijauan dan pengelolaan sampah. Kesadaran kolektif atas pentingnya menjaga lingkungan menjadi landasan pembangunan infrastruktur ramah lingkungan dan praktik pariwisata berkelanjutan.
Kepemimpinan Dewanti Rumpoko menekankan pentingnya keseimbangan antara stabilitas birokrasi, inovasi, dan partisipasi masyarakat. Meski diwarnai kritik, kontribusinya dalam sektor pariwisata, pemberdayaan perempuan, pengembangan SDM, digitalisasi layanan, dan komunikasi publik menjadi bagian penting dalam sejarah demokrasi lokal Kota Batu.
Warisan kepemimpinannya membuka jalan bagi perempuan lain di dunia politik, sekaligus menegaskan makna kepemimpinan yang adaptif dan inklusif untuk masa depan.