Portal DIY

Program Makan Bergizi Gratis, Hal yang Perlu Diperhatikan dan Dampaknya

Portal Indonesia
×

Program Makan Bergizi Gratis, Hal yang Perlu Diperhatikan dan Dampaknya

Sebarkan artikel ini

 

YOGYAKARTA – Dosen Program Studi Gizi Universitas ‘Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta, Agung Nugroho, AMG., MPH., menyebut sejumlah hal yang perlu diperhatikan dalam Program Makan Bergizi Gratis. Salah satu yang harus diwaspadai adalah antisipasi potensi keracunan dan penanganannya.

“Makanan itu kalau sekali keracunan ya 3.000 (jumlah porsi menu yang dibuat setiap Satuan Pelayanan Penyediaan Gizi/ SPPG). Saya belum lihat, diharapkan tidak ada kasus keracunan. Itu dalam konteks kesehatan kalau KLB penanganan gimana?” kata Agung, Rabu (15/1/2025).

Hal lain yang menjadi perhatian adalah ketersediaan bahan baku untuk membuat menu makanan. Ia menyarankan dalam satu daerah tidak membuat menu yang sama dalam waktu berbarengan.

Strategi tersebut, menurut Agung untuk menghindari kelangkaan atau kekurangan bahan baku tertentu. Semisal
satu dapur 3.000 kebutuhan telur, dikali beberapa lokasi dalam satu daerah. “Kalau bareng bisa terjadi kelangkaan telur beneran ini. Itu manajemen bahan pangan harus bagus,” ujarnya.

Saat disinggung dengan anggaran Rp10.000 per porsi apakah bisa memenuhi kebutuhan gizi, Agung yang ketua Prodi Unisa Yogyakarta menilai cukup memenuhi kebutuhan gizi. Meski begitu, ia juga mengatakan harus melihat daerah pelaksanaan. Pasalnya beberapa daerah harga untuk bahan baku cukup mahal.

“Mungkin kalau Maluku atau Papua kalau memenuhi Rp10.000 susah, karena harga bahan pangan mereka sudah tinggi, tapi itu kan bukan patokan mati. Range terendah Rp10.000 sampai bisa Rp15.000 biasanya. Sangat gak mungkin kalau semua Rp10.000,” tuturnya.

Agung menjelaskan setiap menu sudah dipertimbangkan standar gizinya. Untuk menentukan menu tersebut juga menurutnya sudah ada ahli gizi dengan panduannya. “Itu ada perhitungannya sudahan,” ungkanya.

Menurutnya yang jadi tantangan adalah menyesuaikan rasa makanan dengan selera ribuan orang yang menerima program makan bergizi gratis itu. Untuk mengakomodir selera secara umum, menurut Agung bisa dilihat dari sisa makanan.

Baca Juga:
RM Sajian Kembang Turi, Tempat Makan Enak dengan Fasilitas Edukasi dan Riset Pertanian

“Misal satu menu itu banyak tersisa harus diganti, dievaluasi, karena itu ada protapnya. Tingkat kesukaannya, sisa makanan itu harus dicatat, mana paling disukai, mana yang enggak,” ujarnya.

*Dampak Makan Bergizi Gratis*

Agung menyebut program Makan Bergizi Gratis harus dilihat sebagai sebuah investasi. Oleh karenanya dampak dari program ini tidak bisa dilihat dalam waktu dekat. Digambarkan negara maju saat ini yang menerapkan program serupa sudah sejak lama.

“Kita harus berpikirnya investasi. Istilahnya menanam pohon sekarang gak mungkin dapat hasilnya sekarang juga, menanam kan pasti jangka panjang. Apalagi ini konteksnya sumber daya manusia,” sebutnya.

Dampak positif dari program ini menurutnya tidak hanya dari segi peningkatan kualitas SDM. Namun, ada dampak lain yang bisa dirasakan, contohnya ekonomi. Melalui program ini bisa menggandeng masyarakat lokal dalam pemenuhan kebutuhan olahan makanan.

Konsepnya pemberdayaan masyarakat. Misal di dekat dapur itu ada lahan yang bisa untuk pemberdayaan masyarakat petani. Bisa diberdayakan untuk memenuhi bahan pangan. “Kalau di perkotaan sebetulnya bisa menumbuhkan urban farming,” ucapnya.

Selain itu, dalam program Makan Bergizi Gratis ini bisa diselipkan edukasi. Mulai dari membiasakan anak berdoa sebelum makan, kemudian bisa diajarkan mencuci alat makan setelah makan.

“Kemudian misal ada sisa lauk tiga, tidak dibuang, ditawarkan ke teman-teman yang mau lima ternyata. Kan anak harus memecahkan masalah itu. Daging tiga yang mau lima anak, itu kan edukasi, problem solving,” pungkasnya. (bams)