CIREBON – Komisi A DPRD DIY bersama awak media yang tergabung dalam wartawan unit DPRD setempat berkunjung ke Cirebon, Jawa Barat, Senin (17/2/2025). Dalam kunjungan tersebut menyempatkan melihat sejumlah lokasi bersejarah yang memiliki kaitan dengan sinau pancasila, di antaranya Masjid Sunan Gunung Jati.
Ketua Komisi A DPRD DIY Eko Suwanto melihat ada yang luar biasa ketika menengok kembali apa yang dilakukan Presiden Sukarno di Cirebon. Di sini bisa ditelusur warisan sejarah, bagaimana Bung Karno meghadirkan Masjid Sunan Gunung Jati di Cirebon dan latar sejarahnya perlu digali bersama.
“Alhamdulillah, kita berkesempatan laksanakan shalat ashar berjamaah di Masjid Gunungjati,” kata Eko di sela-sela kunjungan di masjid tersebut.
Di Cirebon, lanjutnya, salah satu pelajaran penting yang bisa dipetik yakni bagaimana pemerintah memberikan perhatian pada tiga hal. Pertama, aspek ilmu pengetahuan yang harus diikuti dengan riset agar naskah otentik. Kedua, soal pentingnya pembangunan museum. Ketiga, perlunya dibuat film atau buku yang dipublikasikan.
Karena itu Pemda DIY ke depan perlunya merealisasikan kerja sama dengan banyak pihak guna realisasikan sinau pancasila dan wawasan kebangsaan. “Di Cirebon kita lihat bagaimana kerukunan, budaya hadir dalam kehidupan masyarakat yang rukun,” sebut Eko.
Jajat, ahli budaya Cirebon menuturkan, Presiden Sukarno di Cirebon pernah berdialog dengan masyarakat dan pada 1960 memberikan nama Masjid Sunan Gunung Jati. Ini sebagai penghormatan dari hadirnya masjid yang tanahnya disumbangkan oleh Hj Siti Garmini Sarojo.
Pada 17 Agustus 1960, Garmini yang juga istri Sultan Hasanuddin keempat dari Keraton Kanoman, Cirebon, mewakafkan lahan sekitar 500 meter persegi, lalu dibangunlah sebuah masjid.
Masjid Sunan Gunung Jati Garmini, Cirebon terletak di Jalan Kesambi, Kecamatan Kesambi, Cirebon. Di situ menyimpan secuil kisah yang menggambarkan sisi religiusitas Sukarno.
Menurut dia, dulu lahan tempat berdirinya Masjid Sunan Gunung Jati Garmini merupakan area persawahan. Lahan itu milik seorang tokoh perempuan Cirebon yang juga aktif di Nadhlatul Ulama (NU) Cirebon.
Jajat ingatkan catatan sejarah dan budaya jangan dilupakan generasi hari ini, seiring berjalan waktu ini membuktikan bahwa perhatian sejarah, budaya dan agama dari Bung Karno. “Jadi jangan ajari toleransi orang Cirebon, karena sudah lama kami jalankan,” ujar dia.
Eko menambahkan, dalam sejarahnya relasi Bung Karno dengan Islam dan budaya cukup besar. Pernah ada diskusi dengan pemimpin Soviet, kunjungan ke makam Imam Bukhari di sana.
Kalau di Yogyakarta ada Masjid Syuhada, berdialog dengan masyarakat 1960 di Cirebon memberikan nama masjid Sunan Gunung Jati. Ini, kata Eko, memiliki nilai penghormatan dan perkokoh bagaimana Islam berdampingan dengan yang lain.
“Maka perlu ke depan Pemda DIY kembangkan museum, untuk sampaikan pendidikan kepada penerus bangsa. Bung Karno memiliki catatan sejarah besar bagi budaya dan sejarah,” ujar dia.
Menurut Eko, upaya pembatinan rasa cinta tanah air bisa dijalankan dengan memberikan pemahaman sejarah budaya bangsa Indonesia. Di antaranya melalui berkunjung ke museum, situs bersejarah.
Dia tegaskan ada hal yang strategis dan penting dalam proses pendidikan kebangsaan, yaitu meneguhkan karakter bagi semua warga termasuk kaum muda.
Sedangkan Wakil Ketua DPRD DIY
Umarudin Masdar menyampaikan hadirnya masjid bersejarah yang dipakai Bung Karno, seperti di Cirebon membawa pesan bersejarah.
Bung Karno dengan nasionalisme disebutkan menyatukan agama dan kebudayaan. “Pak Karno selalu pakai pakaian adat Cirebon saat ke masjid ini. Islam bergabung dengan budaya, ditelusuri wawasan kebudayaan Indonesia digabungkan,” tuturnya.
Menurutnya, dewan bakal berkomunikasi dengan Dinas Kebudayaan DIY untuk merawat, fasilitasi kaum muda agar bisa belajar sejarah. “Generasi Z dan milenial perlu kunjungan sejarah. Jadi, selain beribadah dapat belajar sejarah juga.” harap Umarudin Masdar.
Sementara itu Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Cirebon, Agus Sukmanjaya menginginkan kelola sektor kebudayaan dan pariwisata yang tak lepas dari nilai-nilai sejarah. Karena disadari dari sisi pariwisata menjadi keunggulan yang terus harus dimaksimalkan. (bams)