NGANJUK – Hujan lebat yang mengguyur Kabupaten Nganjuk selama beberapa hari terakhir ternyata menyisakan dampak yang sangat merugikan bagi warga Desa Mlorah.
Sejumlah pemukiman, termasuk SDN 3 Mlorah, terendam banjir setinggi lutut, memicu kerugian besar yang tak hanya merusak properti tetapi juga mengancam kelangsungan kehidupan sehari-hari warga.
Banjir yang melanda ini diduga dipicu oleh pembangunan pabrik besar di sekitar desa, yang menyebabkan aliran air yang sebelumnya lancar kini tersumbat.
Banyak warga beranggapan bahwa pabrik tersebut tidak hanya menyumbat saluran air, tetapi juga memperburuk sistem drainase yang ada di kawasan tersebut. Hal ini menyebabkan genangan air yang seharusnya bisa cepat surut, kini justru bertahan berhari-hari.
SDN 3 Mlorah yang sebelumnya tidak pernah mengalami banjir parah kini terpaksa harus menghadapi kerusakan fasilitas dan gangguan aktivitas belajar mengajar, Sabtu (9/11)
Menurut Nardi, seorang guru di sekolah tersebut, banjir kali ini jauh lebih buruk dari sebelumnya. “Sekolah kami sudah sering dilanda hujan deras, tapi tidak pernah sampai banjir seperti ini. Air masuk ke ruang kelas, meja dan buku siswa terendam, kegiatan belajar mengajar pun terhenti. Ini adalah bencana bagi kami,” keluh Nardi.
Ia menambahkan bahwa salah satu penyebab utama banjir adalah buruknya sistem saluran air yang sebelumnya terawat dengan baik, namun kini tidak lagi berfungsi akibat pembangunan pabrik yang mengubah aliran air di sekitar sekolah.
Nardi berharap pihak yang berwenang segera mengambil langkah konkret untuk memperbaiki saluran air dan mencegah banjir serupa terulang.
Pompa Air Warga Terbakar, Kehilangan Harta Benda
Banjir di Mlorah tidak hanya merugikan fasilitas publik, tetapi juga mengancam ekonomi dan kesejahteraan warga. Jimin, seorang warga yang tinggal di belakang SDN 3, mengungkapkan rasa kekecewaannya.
“Pompa air saya rusak total karena terendam air. Sanyo yang seharusnya membantu kami untuk kebutuhan sehari-hari, malah terbakar karena banjir ini. Sampai hari ini, kami sekeluarga tidak bisa mandi, air bersih pun tidak ada,” ujar Jimin dengan nada frustrasi.
Bagi Jimin dan keluarganya, kerusakan pompa air ini sangat berarti, karena tanpa pompa, mereka tidak bisa memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari, seperti mandi atau memasak.
Ia menuntut pihak pengembang pabrik bertanggung jawab atas kerugian yang dialaminya dan segera memberikan kompensasi. “Kami tidak bisa begitu saja menganggap ini sebagai musibah, pihak pabrik harus mengganti rugi atas kerusakan barang kami yang disebabkan oleh kelalaian mereka dalam menangani sistem drainase,” tegas Jimin.
Banjir besar yang melanda desa ini disebabkan oleh sistem drainase yang tidak mampu menampung volume air yang datang begitu mendalam. Para warga setempat meyakini bahwa pembangunan pabrik telah menyebabkan saluran air yang sebelumnya lancar menjadi tersumbat.
Beberapa saluran air bahkan tertutup oleh material bangunan dan limbah yang tidak dikelola dengan baik. Hal ini menyebabkan air meluap dan menggenangi seluruh kawasan, termasuk pemukiman dan jalan raya.
Tidak sedikit warga yang mengungkapkan kekhawatiran mereka akan ancaman banjir susulan yang bisa datang kapan saja, mengingat hujan deras diprediksi masih akan terus mengguyur daerah tersebut.
Mereka khawatir, jika masalah ini tidak segera diatasi, maka bencana banjir akan semakin parah dan merusak lebih banyak properti warga.
Pembangunan Pabrik Tuntut Tanggung Jawab Lebih Besar
Warga Desa Mlorah semakin merasa terpinggirkan oleh proyek pembangunan pabrik yang seolah-olah lebih diutamakan dibandingkan kesejahteraan mereka.
Meski dampak pembangunan pabrik sudah mulai dirasakan, baik dalam bentuk banjir maupun kerusakan infrastruktur lainnya, hingga saat ini belum ada upaya nyata dari pihak pabrik atau pemerintah untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Warga meminta agar pihak yang bertanggung jawab atas pembangunan pabrik segera melakukan perbaikan terhadap saluran drainase dan mengganti kerugian yang dialami oleh warga.
“Kami sudah lama tinggal di sini dan tidak pernah mengalami bencana seperti ini sebelumnya. Kini kami terpaksa merasakan dampak buruk dari pembangunan pabrik yang seharusnya menguntungkan, malah merugikan kami. Kami tidak hanya meminta pabrik bertanggung jawab atas kerugian fisik, tetapi juga meminta mereka untuk membantu memperbaiki saluran air agar banjir tidak terus berulang,” ujar salah seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Jika tidak ada tindakan cepat dari pemerintah dan pihak pabrik, ancaman bencana yang lebih besar mungkin akan terjadi, dengan dampak yang lebih meluas dan merugikan banyak pihak di masa depan. (Sr)