MAMUJU – Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Mamuju dengan tegas menolak rekofusing dan pemangkasan anggaran 2025 yang dilakukan pemerintah. Mereka menilai kebijakan Presiden Prabowo Subianto ini tidak berpihak kepada rakyat kecil dan justru berpotensi memperlebar ketimpangan sosial.
Pemangkasan Anggaran: Kebijakan yang Dipertanyakan
Dalam APBN 2025, pemerintah berencana memangkas anggaran hingga Rp200 triliun dengan alasan menjaga stabilitas fiskal dan menekan defisit yang diproyeksikan mencapai Rp616 triliun. Beberapa sektor terdampak antara lain:
- Subsidi dan Bantuan Sosial: Pemotongan signifikan terhadap subsidi energi dan Bantuan Langsung Tunai (BLT).
- Pendidikan dan Kesehatan: Anggaran untuk infrastruktur sekolah dan layanan kesehatan berkurang, meskipun program makan gratis tetap dilanjutkan.
- Proyek Infrastruktur Non-Prioritas: Sejumlah pembangunan daerah ditunda atau dipangkas.
Sekretaris Umum PMII Cabang Mamuju, Ongki Prayudi, menilai keputusan ini tidak berpihak pada kesejahteraan rakyat, terutama masyarakat miskin dan daerah tertinggal.
“Pemangkasan ini justru merugikan masyarakat kecil. Pemerintah seharusnya memangkas proyek mercusuar yang tidak mendesak, seperti pembangunan IKN yang masih kontroversial,” tegasnya, Selasa (4/2/2025).
Ongki juga menyoroti ketidakadilan kebijakan, di mana pemerintah tetap mempertahankan program makan gratis namun memangkas subsidi energi dan bantuan sosial.
“Kalau alasan efisiensi anggaran, kenapa justru sektor esensial seperti pendidikan dan kesehatan yang dikorbankan? Ini jelas tidak adil, terutama bagi daerah seperti Mamuju yang masih tertinggal,” tambahnya.
Selain itu, ia menyoroti minimnya transparansi dalam pengelolaan anggaran yang dikhawatirkan membuka celah penyalahgunaan dana.
“Kami menuntut pemerintah lebih transparan dan akuntabel. Jangan sampai kebijakan ini hanya menguntungkan elite politik,” tegas Ongki.
PMII Mamuju mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk mengevaluasi kebijakan ini. Mereka juga berencana menggelar aksi dan audiensi dengan pemangku kebijakan di daerah untuk menyampaikan tuntutan mereka.
“Jika pemerintah tetap bersikeras, kami bersama mahasiswa dan masyarakat siap melakukan aksi menolak kebijakan yang tidak pro-rakyat ini,” pungkasnya.