Nasional

Masalah Ketenagakerjaan PKS Minta Dicabut Keluar Dari RUU Cipta Kerja

33
×

Masalah Ketenagakerjaan PKS Minta Dicabut Keluar Dari RUU Cipta Kerja

Sebarkan artikel ini
Masalah Ketenagakerjaan PKS Minta Dicabut Keluar Dari RUU Cipta Kerja

JAKARTA, Portal-Indonesia.com- Masalah ketenagakerjaan dalam Ombibus Law RUU Cipta Kerja dipandang sangat kontroversial. Sehingga menjadi alasan bagi Fraksi PKS DPR untuk memintanya dicabut keluar dari pembahasan RUU tersebut.

Demikian disampaikan Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI, Bidang Industri dan Pembangunan, Mulyanto. Mengatakan pencabutan itu untuk menghindari gejolak di masyarakat. Terlebih lagi baginya pencabutan untuk mengeluarkan masalah ketenagakerjaan itu sebelumnya juga sudah pernah dijanjikan oleh Pemerintah.

“Saya mendesak Pemerintah segera menepati janji untuk mencabut masalah atau kluster ketenagakerjaan dari RUU Cipta Kerja itu. Pemerintah sebaiknya mendengar aspirasi masyarakat yang keberatan dengan berbagai ketentuan terkait ketenagakerjaan yang diatur dalam RUU itu,” tegas Mulyanto, Kamis, (7/8/2020).

Fraksi PKS DPR sendiri, memiliki pemahaman sependapt dengan organisasi buruh yang menyatakan penolakan terhadap Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Yang menilai RUU itu sangat merugikan pekerja nasional, terlebih terkait masalah pengupahan, pesangon dan perizinan tenaga kerja asing.

Dalam RUU Cipta Kerja ini ketentuan upah minimum akan dihapuskan, perhitungan pesangon bagi karyawan yang diberhentikan menjadi lebih kecil, ketentuan penggunaan tenaga alih daya (outsourching) diperluas tanpa batas untuk semua jenis pekerjaan, diperluasnya sistem kerja kontrak, serta berpotensi menghilangkan jaminan sosial bagi pekerja.

“Ini semua adalah ketentuan-ketentuan dalam RUU Omnibus Law Cipta kerja yang berpotensi memperlemah perlindungan terhadap tenaga kerja, meningkatkan ketimpangan penerimaan mereka, yang pada gilirannya akan memperlemah produktivitas dan kesejahteraan tenaga kerja kita,” katanya.

Mulyanto mengatakan, ketentuan bagi pekerja asing justru dipermudah seperti, dibolehkannya menggunakan tenaga kerja asing (TKA) untuk pekerjaan yang tidak perlu keahlian khusus (unskill workers), dihapusnya syarat Izin Menggunakan TKA (IMTA).

“Tidak diperlukan standar kompetensi TKA, dihapusnya kewajiban pengadaan tenaga pendamping bagi TKA dengan jabatan tertentu, dihapusnya larangan bagi TKA untuk menjadi pengurus di lembaga penyiaran swasta, serta dihapusnya syarat rekomendasi dari organisasi pekerja profesional bagi TKA ahli di bidang pariwisata,” papar Mulyanto. **(Edyson)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *