SIDOARJO – Tradisi Gunungan Tempe di Desa Sendengan Mijen, Kecamatan Krian, semakin mengakar dan menjadi simbol budaya yang membanggakan. Berawal pada 2018 sebagai bagian dari Sedekah Bumi, tradisi ini lahir dari kesadaran masyarakat untuk melestarikan budaya lokal dan memperkuat identitas desa yang dikenal sebagai sentra pengrajin tempe.
Kepala Desa Sendengan Mijen, M. Hasanuddin, mengungkapkan bahwa ide Gunungan Tempe terinspirasi dari Tumpeng Durian Wonosalam yang telah lebih dulu menjadi ikon daerah penghasil durian. “Awalnya, warga hanya sekadar ikut serta. Tapi kini, mereka benar-benar merasa memiliki tradisi ini,” ujarnya, Minggu (16/02/2025).
Antusiasme masyarakat semakin terlihat, salah satunya dari penjualan seribu kaos acara yang ludes dalam waktu singkat. Tak hanya itu, Gunungan Tempe pun terus bertambah besar setiap tahunnya. Pada 2024, gunungan ini memiliki tinggi 10 meter dengan 1.250 tempe. Tahun 2025, ukurannya semakin mencengangkan, mencapai 15 meter, menjadikannya daya tarik utama dalam prosesi Ruah Desa.
Setelah diarak, tempe-tempe dalam gunungan akan dibagikan kepada warga sebagai simbol keberkahan dan kebersamaan. Acara ini pun mendapat dukungan dari Forkopimca Krian, termasuk Kapolsek Krian Kompol I GP Atmagiri SH MH, Danramil Krian Kapt Inf Teguh, dan Camat Krian Ach Fauzy.
“Ini luar biasa! Gunungan Tempe setinggi 15 meter mungkin yang pertama di Sidoarjo. Ini bukti kekompakan dan kreativitas warga,” ujar Kompol I GP Atmagiri.
Dengan antusiasme masyarakat dan dukungan berbagai pihak, Gunungan Tempe berpotensi menjadi daya tarik wisata budaya Sidoarjo, bahkan tingkat nasional. “Kami berharap tradisi ini bisa menjadi agenda wisata tahunan yang menarik lebih banyak wisatawan,” tambah Hasanuddin.
Gunungan Tempe bukan sekadar perayaan, tetapi juga wujud syukur, kebersamaan, dan identitas desa yang patut dijaga. Semangat gotong royong dan kreativitas warga menjadikan tradisi ini sebagai warisan budaya yang terus hidup dan berkembang.