PONOROGO – Sidang pemeriksaan lanjutan Perkara Nomor 45/PHPU.BUP-XXIII/2025 terkait Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Bupati Ponorogo kembali digelar di ruang sidang Gedung II MK, Senin (20/1/2025).
Kali ini, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Ponorogo selaku termohon menjelaskan serta pihak terkait yakni Paslon 02 Sugiri Sancoko dan Lisdyarita (RILIS) yang memberikan keterangan dihadapan panel II majelis hakim MK.
Dikonfirmasi Indra Priangkasa selaku kuasa hukum Sugiri Sancoko -Liadyarita, mengungkap 3 fakta terkait materi gugatan yang diajukan Ipong-Luhur ke MK. Yakni Izasah, Mutasi, dan pembentukan Baret Merah (Barisan RT Mengukir Sejarah).
Terkait ijazah, ijasah S1 Sugiri Sancoko yang disoal Ipong-Luhur tidak masuk dalam pangkalan data Kemerisetdikti (sekarang Kemendikti Saintek) ia menyebut sesuai SE Kemenrisetdikti nomor: 5478/A.P1/SE/2017 tentang periode awal pelaporan PDDIKTI tertanggal 21 Desember 2017, menyebutkan bahwa pelaporan awal data mahasiswa baru dalam PDDIKTI dilakukan mulai tahun ajaran 2003-2004, sementara Sugiri menjadi mahasiswa baru pada tahun 2002-2003.
“Sugiri Sancoko adalah alumni yang dinyatakan lulus dalam sidang yudisium pada Juli 2006 dengan berijazah Sarjana Ekonomi (SE) tanggal 24 Juli 2006. Bahkan, Sugiri Sancoko tercatat sebagai mahasiswa Universitas Tritunggal sejak tahun ajaran 2002/2003. Sementara Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDIKTI) dimulai untuk pendataan mahasiswa baru tahun ajaran 2003/2004,” terangnya.
Sedangkan mutasi, Sugiri Sancoko yang saat itu berkedudukan sebagai Bupati Ponorogo melakukan mutasi pejabat ASN tertanggal 21 Maret 2024, tidak melanggar SE Mendagri dimana batas akhir mutasi tertangal 22 Maret 2024.
“Secara normatif batas waktu belum terpenuhi, karena batas akhir mutasi itu tanggal 22 Maret. Hal ini dibuktikan dengan SK mutasi, dan BKPSDM Ponorogo juga sudah berkoordinasi dengan KASN sehingga tidak perlu ijin,” kata Indra di hadapan Majelis Hakim Panel 2 yang dipimpin Wakil Ketua MK Saldi Isra dengan didampingi Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur dan Hakim Konstitusi Arsul Sani di Ruang Sidang Lantai 4 Gedung I MK, Jakarta.
Terkait mobilisasi RT, Indra mengungkapkan hal itu sudah tertuang dalam RPJMD Pemkab Ponorogo sejak tahun 2021. Baret Merah sendiri merupakan program Pemkab dalam memberdayakan, pembinaan dan pengawasan terhadap RT yang merupakan garda terdepan dalam suksesi pembangunan daerah. Hal ini juga dibuktikan dengan turunnya dana intensif RT yang telah dilakukan sejak 2021 hingga 2024. Dimana besaranya variatif berdasarkan kemampuan keuangan daerah.
“Pembentukan Baret Merah itu SK -nya Juli 2024 sedangkan Pilkada itu pendaftarannya Agustus 2024. Jadi itu belum masuk tahapan Pilkada dan saat itu kita belum tahu Sugiri Sancoko ini nyalon lagi atau tidak. Baret Merah ini program Pemkab yang tertuang dalam RPJMD, APBD, dan APBDes sejak tahun 2021. Jadi tidak bisa disebut sebagai alat kampanye,” jelasnya.
Lebih jauh Indra juga menambahkan dalam perkara Ponorogo, MK tidak memiliki domain dalam penyelesaian perkara. Secara normatif baik di UU nomor 10 tahun 2016 dan peraturan MK, materi yang diajukan Ipong-Luhur merupakan domain dan kewenangan Bawaslu.
“Dimana Bawaslu -lah yang memiliki kewenangan dalam penyelesaian ditingkat administrasi dan pidana,” tambahnya.
Indra juga mengatakan, mengacu pada pasal 158 ayat 2 huruf c UU nomor 10 tahun 2016 tentang ambang batas pengajuan permohonan dapat diajukan oleh pemohon ke MK maksimal selisih suara dalam perolehan Pilkada yakni 1% dari jiwa pemilih. Sementara dari hasil perolehan suara di Pilkada Ponorogo dengan jiwa pemilih 500 hingga 1 juta suara, selisih suara Paslon 01 dengan Paslon 02 yakni 46 ribu atau 8,32%.
“Sudah diatas ambang batas. Jadi secara hukum Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan gugatan ke MK,”ujarnya.
Indra meminta majalis hakim MK yang diketuai Suhartoyo didampingi Daniel Yusmic P Foekh dan Guntur Hamzah untuk menghentikan persidangan perkara sengketa Pilkada Ponorogo dengan nomor registrasi 45/PHPU.BUP-XXIIl/2025. Karena materi gugatan yang diajukan Ipong-Luhur secara normatif dan hukum sudah terpatahkan.
“Karena juga secara formil tidak memenuhi syarat si pemohon ini. Jadi kami meminta MK tidak melanjutkan dan menghentikan perkara ini,” pungkasnya. (*)