SIDOARJO — Dalam upaya melestarikan budaya dan menggali sejarah, Kecamatan Tarik menggelar acara Cangkruk Budaya dengan tema “Uri-uri Tinggalan Leluhur” pada Sabtu malam Jumat ( 15/12/2024) di Pendopo Kecamatan Tarik.
Acara ini dihadiri oleh para pegiat budaya dan sejarah dari berbagai daerah. Kegiatan ini bertujuan memperkuat kesadaran akan pentingnya pelestarian budaya sekaligus menelusuri jejak sejarah yang diyakini erat kaitannya dengan Kerajaan Majapahit.
Camat Tarik, Hari Subagio, dalam sambutannya menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan langkah awal untuk menggali potensi sejarah Tarik yang hingga kini masih menyimpan banyak misteri.
“Kita belum bisa memastikan secara utuh posisi Tarik dalam sejarah Majapahit. Namun, forum ini kami jadikan awal kolaborasi untuk menelusuri jejak sejarah tersebut. Semoga nantinya ditemukan bukti-bukti yang dapat memperjelas hubungan Tarik dengan Majapahit,” ujarnya.
Hari Subagio menambahkan, pihaknya berharap kegiatan ini dapat menjadi pintu masuk untuk menjadikan Kecamatan Tarik sebagai ikon budaya dengan basis sejarah Majapahit, khususnya melalui konsep Alas Trik, yang merujuk pada wilayah hutan dalam cerita sejarah.
Dalam diskusi yang berlangsung hangat, TP Wijoyo, seorang pegiat budaya dari Surabaya, menyoroti bahwa sejarah Majapahit masih menyisakan berbagai perdebatan. “Sejarah Majapahit sering kali dipengaruhi oleh sudut pandang penguasa. Ada banyak versi, termasuk isu Majapahit diserang oleh Demak Bintoro,” ungkapnya.
Ia juga menjelaskan makna Alas Ing Wong Trik atau “Hutannya Wong Trik,” yang dikaitkan dengan toponim Tarik. “Kita perlu menelusuri sejak kapan muncul nama administrasi Tarik ini. Banyak nama tempat yang bergeser maknanya seiring waktu,” tambah TP Wijoyo.
M. Tri Kisnowo Hadi, anggota Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Sidoarjo, menjelaskan bahwa pihaknya telah mengambil langkah nyata dalam pelestarian sejarah di wilayah Tarik. “Pada 24 November 2024, kami telah melakukan sidang di tingkat provinsi untuk menentukan kelayakan beberapa situs, termasuk situs Kedung Bocok dan Desa Seketi,” ungkapnya.
Ia menyayangkan masih adanya situs seperti Kedung Bocok yang belum mendapatkan perhatian serius berupa ekskavasi. “Kami berharap pemerintah segera turun tangan untuk mempercepat proses kajian dan pelestarian di wilayah ini,” katanya.
Tri Kisnowo juga menyebut bahwa Tarik dan Medowo memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai pusat kajian sejarah dan budaya, mengingat keduanya menyimpan banyak peninggalan yang belum sepenuhnya digali.
Camat Tarik berharap, dengan kolaborasi berbagai pihak, Tarik dapat menjadi ikon budaya dan sejarah Majapahit yang dikenal luas. “Kami akan memperluas penelusuran, melibatkan lebih banyak desa, dan mengundang para ahli untuk mendukung proses ini,” tegas Hari Subagio.
Acara Cangkruk Budaya ini menjadi awal yang menjanjikan dalam upaya pelestarian budaya sekaligus menggali sejarah.
Dengan sinergi antara pemerintah, pegiat budaya, dan masyarakat, diharapkan jejak-jejak sejarah Majapahit di Tarik dapat terungkap dan menjadi warisan berharga bagi generasi mendatang.