NGANJUK – Pelaksanaan Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Desa Kedungrejo, Kecamatan Tanjunganom, Kabupaten Nganjuk, diwarnai isu ketidaktransparanan dan sikap arogan penyelenggara.
Ketua Panitia PTSL Desa Kedungrejo diduga mengeluarkan pernyataan kontroversial yang meremehkan fungsi kontrol sosial, memicu keresahan masyarakat dan dugaan adanya penyimpangan dalam program tersebut.
Saat seorang wartawan mencoba mengonfirmasi pelaksanaan PTSL di Desa Kedungrejo, Ketua Panitia PTSL dengan nada tinggi mengatakan : “Gak ngurus LSM dan media. Nak lapor, ben lapor,” ketusnya
Pernyataan yang terekam tersebut memicu pertanyaan besar tentang kejujuran dan profesionalitas panitia dalam mengelola program pemerintah yang bertujuan membantu masyarakat mendapatkan sertifikat tanah.
Panitia Menghindar, Transparansi Dipertanyakan
Kejanggalan semakin terlihat ketika Sekretaris Desa (Sekdes) yang juga merupakan anggota panitia PTSL, diduga sengaja menghindar saat dimintai klarifikasi. Pada Rabu (17/01/2025), Sekdes meninggalkan kantor desa ketika awak media mendatangi lokasi. Upaya konfirmasi melalui pesan WhatsApp pun diabaikan tanpa alasan yang jelas.
Informasi dari warga menyebutkan bahwa Desa Kedungrejo mendapatkan kuota sebanyak 600 bidang tanah untuk program PTSL 2025. Namun, biaya yang dibebankan kepada masyarakat sebesar Rp600.000,- per bidang dianggap tidak wajar dan memberatkan. Warga menduga ada praktik pungutan liar atau mark-up dalam pengelolaan dana PTSL.
Ada Apa dengan Panitia?
Beberapa warga yang enggan disebutkan namanya mengaku kecewa dan curiga terhadap panitia. “Biasanya program pemerintah seperti ini biayanya tidak besar. Tapi di desa kami, kok biayanya tinggi dan tidak ada penjelasan rinci dari panitia? Kalau benar-benar bersih, kenapa mereka takut dikonfirmasi?” ujar salah satu warga.
Pernyataan Ketua Panitia yang dianggap arogan juga menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat. Seorang tokoh masyarakat Desa Kedungrejo mengatakan, “Kalau panitia sampai bicara seperti itu, wajar kalau kami curiga ada yang disembunyikan. Kami mendesak pemerintah dan aparat untuk turun langsung memeriksa pelaksanaan PTSL di desa kami.”
Diduga Ada Praktik Curang di Balik Biaya PTSL
Berdasarkan regulasi yang berlaku, biaya program PTSL harus didasarkan pada hasil musyawarah desa dan diawasi oleh perangkat desa, tokoh masyarakat, serta lembaga sosial. Namun, pelaksanaan di Desa Kedungrejo justru terkesan tertutup, tanpa adanya transparansi atau pengumuman resmi terkait rincian penggunaan biaya.
Aktivis sosial dari Nganjuk, yang juga memantau program PTSL, menyebutkan bahwa biaya Rp600.000,- per bidang tanah jauh di atas rata-rata biaya yang ditetapkan di daerah lain.
“Jika ada perbedaan biaya yang signifikan, panitia wajib menjelaskan kepada masyarakat. Jika tidak, ini adalah bentuk penyalahgunaan wewenang yang harus diselidiki oleh aparat hukum,” tegasnya.
BPN dan Aparat Diminta Turun Tangan
Kasus ini semakin mencuat setelah kontrol sosial dari media dan LSM diabaikan oleh panitia PTSL Desa Kedungrejo. Masyarakat mendesak Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan aparat penegak hukum untuk melakukan audit menyeluruh terhadap pelaksanaan PTSL di desa tersebut.
“Bukan hanya soal biaya, tetapi juga soal sikap panitia yang terkesan kebal hukum. Ini program pemerintah, tetapi dijalankan seperti milik pribadi. Jika ini dibiarkan, akan merusak kepercayaan masyarakat terhadap program pemerintah,” kata salah seorang aktivis.
Jika dugaan penyimpangan ini tidak segera ditangani, pelaksanaan PTSL di Desa Kedungrejo bisa menjadi preseden buruk bagi program serupa di wilayah lain. Masyarakat yang semula antusias dengan program ini bisa kehilangan kepercayaan akibat ulah oknum panitia yang tidak bertanggung jawab.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada tanggapan resmi dari Ketua Panitia PTSL maupun perangkat Desa Kedungrejo. Kasus ini menjadi sorotan utama dan menunggu tindakan tegas dari pihak terkait.
Apakah masalah ini akan diusut tuntas, atau justru menjadi bukti lemahnya pengawasan dalam program pemerintah? Hanya waktu yang akan menjawab. (Sr)