PALEMBANG — Perkara pidana Nomor 89/Pid.B/2025 dengan Korban Jamak Udin dan Terdakwa Ahmad Rusli kembali digelar di Pengadilan Negeri Palembang. Sidang kali ini kamis 21/3/2025 dengan acara Tuntutan dari Penuntut Umum Desi Yumenti SH MH (Jaksa Madya 19801211 200312 2 003).
Dalam tuntutannya Penuntut Umum tetap dengan keyakinannya bahwa terdakwa telah melakukan pengeroyokan terhadap korban (Pasal 170 ayat (2) ke 2 KUHP) dan menuntut penjara selama 6 (enam) tahun kepada terdakwa.
Menurut para Pengacara terdakwa dari LBH PERADI Pergerakan Riza Faisal Ismed SH, M. Padli SH, Zaly Zainal SH dan Ricky MZ SH dalam siaran persnya menyebut tuntutan JPU dalam perkara ini tidak ada relevansinya dan tidak sesuai dengan fakta persidangan.
“Apa yang mau diharap JPU dari tuntutan semacam itu”. Padahal yang terbukti di persidangan malahan lebih ke Penganiayaannya sebagaimana dimaksud Pasal 351 KUHP. Bukan ke Pengeroyokannya sebagaimana dimaksud Pasal 170 KUHP.
“Ini terkesan JPU menuntut atas perbuatan yang tidak dilakukan terdakwa”.
“Betul perbuatan terdakwa itu ada dan terbukti, namun perbuatannya bukan tindak pidana yang dimaksud dalam Pasal 170 KUHP”.
Perbuatan terdakwa lebih relevan diterapkan di Pasal 351 KUHP, namun yang dituntut JPU malah menggunakan tuntutan tunggal Pasal 170 KUHP.
Oleh sebab itulah, jika kami mengacu pada Pasal 191 ayat (2) KUHAP, yang kemudian dapat saja nantinya oleh pengadilan dinyatakan “terdakwa diputus lepas dari tuntutan hukum”.
Coba di cek fakta persidangan yang telah kita ikuti dan saksikan bersama-sama, tidak terdapat fakta perbuatan terdakwa yang secara bersama-sama telah melakukan pengeroyokan terhadap korban.
Lalu apa fakta dan bukti terdakwa melakukan pengeroyokan?, hal itu pun tidak kami temukan faktanya di persidangan. Malahan yang kita temukan adalah penganiyaannya. Penganiayaan yang dilakukan terdakwa seli terhadap korban jamak udin.
Selain itu, dalam keterangannya terdakwa pun telah secara kesatria dan jujur mengakui bahwa dengan sengaja sendirian melakukan penganiayaan terhadap korban.
Oleh sebab itulah jika demikian kenyataannya, maka terhadap tuntutan JPU yang hanya dengan menggunakan satu Pasal tunggal saja yaitu Pasal 170 KUHP, maka ada kesan tuntutan tersebut dipaksakan, atau ada kemungkinan dia terpaksa hingga hanya menggunakan satu pasal itu saja dalam surat tuntutannya.
Seberapa yakinnya dia. Terlebih JPU bersandar hanya pada kesaksian Korban (saksi korban) dan 5 (lima) orang saksinya itu, yang kesaksian kesemuanya itu kemudian dianggap sebagai satu kesatuan dengan korban. Sebab mereka/orang-orang tersebut terbukti berafiliasi dengan/atau bagian dari si korban. Faktanya mereka memang telah lama ikut/bekerja dengan si korban. Bagaimana mungkin kesaksiannya dapat dianggap kesaksian yang sempurna. Termasuk kesaksian 1 (satu) orang yang notabene adalah anak kandung dari si korban.
Lalu kemudian, bagaimana dengan kesaksian dari 5 (lima) orang saksi a de charge yang dalam kesaksiannya berkontradiksi atau yang kesaksiannya sangat bertolak belakang dengan 5 (lima) orang saksi dari JPU itu. Misalnya dalam kesaksiannya menyebut bahwa “tidak melihat pengeroyokan terhadap korban”, atau nama-nama yang disebut JPU sebagai orang-orang yang melakukan pengeroyokan tidak terbukti di persidangan bahwa telah melakukan pengeroyokan terhadap Korban, terbukti pada saat terjadinya penusukan terhadap korban, posisi mereka berada jauh sekitar 25 meter dari si korban. Bahkan ada 1 (satu) orang saksi fakta yang melihat langsung kejadian pada saat korban di tusuk oleh terdakwa, atau terdapat fakta bahwa tidak ada pengeroyokan terhadap korban, dan hanya terdakwa saja sendirian yang menusuk si korban.
Selain itupun telah terdapat pula bukti petunjuk pada saat kejadian penusukan pukul 16:27 WIB Tgl 23/9/2024 terlihat jelas “Posisi/keberadaan Soeheindra dan Hasbi yang berjarak sekitar 25 meter pada jam menit kejadian saat korban ditusuk oleh Terdakwa”. Atau pada bukti petunjuk lainnya nampak terlihat posisi/keberadaan Hasbi sedang bersama Saksi Apriansyah pada jam saat kejadian Korban ditusuk, dan seterusnya.
Petunjuk-petunjuk yang demikian semuanya telah disampaikan di muka persidangan, dan terkonfirmasi dengan kesaksian para saksi a de charge, dan selain itu pun terdapat persesuaian dengan bukti Visum dan Ahli, bahwa 2 (dua) bekas tusukan patut diduga hanya dengan menggunakan senjata Kujang. Terbukti bentuk kujang dengan luka sobek pada bagian leher dan punggung korban.
Jika demikian kenyataannya, lantas yang mana fakta persidangan yang mau atau dapat kita dustakan?.
Siapa yang berdusta? Fakta persidangankah yang berdusta atau Penuntut Umum yang sedang berdusta melalui surat tuntutannya?
Jika disimak tuntutan dari JPU yang tetap kekeh ingin menjerat terdakwa dengan Pasal 170 ayat 2 ke 2 KUHP, menurut kami ini ada apa? Sebegitu memaksanya penuntut umum dalam surat tuntutannya yang sebagian menyimpangi surat dakwaannya sendiri. Misalnya di bagian analisa yuridis dalam surat tuntutannya JPU menyebut “Fakta yang terungkap di persidangan dari keterangan saksi-saksi, barang bukti serta pengakuan terdakwa serta didukung alat bukti surat menerangkan bahwa pada hari senin tanggal 23 september 2024 sekira jam 16:30 WIB ……….… dst…….……… telah terjadi tindak pidana pengeroyokan yang dilakukan oleh terdakwa Ahmad Rusli bersama-sama dengan Sdr. Budianto, Sdr. Hasbi dan Sdr, Soeheindra Tamzil terhadap saksi Korban Jamak Udin als Jamak, adalah tidak benar. Kami nyatakan sekali lagi Tidak Benar Fakta Persidangannya seperti yang di utarakan Penuntut Umum Desi Yumenti seperti itu. Apa bukti fakta persidangan seperti yang demikian. Jaksa Penuntut Umum atas nama Desi Yumenti ini sepertinya tidak menyimak secara cermat apa-apa saja yang terungkap di persidangan, dan apa-apa saja kesaksian dari seluruh saksi yang telah diambil keterangannya, sehingga Penuntut Umum Desi Yumenti dapat meyimpulkan secara sepihak bahwa Fakta yang terungkap di persidangan telah terjadi tindak pidana pengeroyokan yang dilakukan oleh terdakwa Ahmad Rusli bersama-sama dengan Sdr. Budianto, Sdr. Hasbi dan Sdr, Soeheindra Tamzil terhadap saksi Korban Jamak Udin als Jamak. Ini patut di evaluasi nalar dan kemampuan logika hukum dari Penuntut Umum an. Desi Yumenti saat menyimak apa-apa yang terungkap di persidangan. Selain itu, seluruh yang terjadi selama pemeriksaan pokok perkara pidana ini semuanya terekap dan terdokumentasi dengan baik oleh pihak kami. Jadi bagaimana mungkin dapat dikatakan fakta persidangan yang dimaksudnya seperti itu.
Selain itu di dalam tuntutannya Penuntut Umum (pada bagian akhir surat tuntutannya) menyebut bahwa Terdakwa Ahmad Rusli telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pengeroyokan melanggar Pasal 170 ayat 2 ke 2 KUHP sebagaimana dakwaan kesatu primair. Menurut kami hal demikian sungguh tidak relevan, hanya menyasar ke terdakwa Ahmad Rusli saja, padahal Pasal yang digunakan untuk menuntut Terdakwa adalah Pasal Pengeroyokan. Mana pelaku lain yang telah mengeroyok Korban?, dan mana pula yang di dalam surat dakwaan terdahulu terdapat berkas terpisah untuk pelaku lain yang telah melakukan pengeroyokan/bersama-sama terdakwa. Untungnya Penuntut Umum an. Desi Yumenti tidak lagi menyebutkan (sebagaimana dahulu di dalam surat dakwaannya), bahwa “para pelaku pengeroyokan selain terdakwa dibuat dalam berkas terpisah”. Jika tidak, memunculkan pertanyaan mana berkas terpisah yang dimaksud Penuntut Umum? Mana pelaku lain pengeroyokannya? Kalau betul ada pelaku lain yang ikut bersama-sama terdakwa melakukan pengeroyokan, maka harusnya terhadap pelaku tersebut di hadapkan dan dihadirkan di muka persidangan. Atau jika dimungkinkan sebab tidak ditemukannya para pelaku lain dimaksud itu maka harusnya diterbitkan DPO (daftar pencarian orang) terhadap orang-orang yang namanya terlanjur telah disebut berulang kali di dalam surat dakwaan maupun dalam surat tuntutan penuntut umum ini.
“Agar tidak ada fitnah di kemudian hari. Tidak boleh JPU asal bicara jika tidak di dukung oleh alat bukti yang benar-benar kuat,” tegas Pengacara Terdakwa. (Adi Simba)