Portal DIY

Tindakan Kekerasan di Ranah Pendidikan hingga Kesehatan Harus Berada di Titik 0

Portal Indonesia
×

Tindakan Kekerasan di Ranah Pendidikan hingga Kesehatan Harus Berada di Titik 0

Sebarkan artikel ini
Ketua Komisi B DPRD DIY RB Dwi Wahyu (Ist)

YOGYAKARTA – Tindak kekerasan merupakan ekspresi  yang lebih mengedepankan aspek emosional, dibanding rasional.

Demikian disampaikan Ketua Komisi D DPRD DIY RB Dwi Wahyu menanggapi dugaan tindak kekerasan yang dialami seorang dokter yang sedang menempuh Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di RSUP Dr Sardjito Yogyakarta, baru-baru ini.

Dokter residen anestesi di RSUP Dr Sardjito itu menjadi korban pemukulan oleh keluarga pasien.

Dwi Wahyu mengakui tindak kekerasan tidak
berdiri sendiri. Perilaku ini merupakan rangkaian ekosistem yang kompleks. “Mulai stres terhadap tuntutan realitas, sehingga munculnya kelelahan mental, ketidakpercayaan terhadap institusi atau personal, hingga direproduksi oleh sistem kultural yang akut,” ujarnya.

Namun terlepas dari itu, lanjutnya, kita harus menyepakati, apapun itu, tindak kekerasan di ranah pendidikan, hingga kesehatan harus berada di titik 0. Mengingat keduanya adalah pelayanan dasar warga dalam konteks kesejahteraan.

Karena itu, menurut Dwi Wahyu, perlu adanya perlindungan hukum bagi profesi atau lembaga yang menaungi hal tersebut. “Di konteks ini profesi strategis, seperti dokter dan guru harus mendapat perlindungan khusus,” jelasnya.

Dengan model perlindungan yang terukur, petugas pendidikan (guru) atau kesehatan (dokter, perawat dll) harus dipastikan terhindar dari model kekerasan. Ini agar mereka mampu memberikan pelayan terbaik dalam menunjang sektor pendidikan dan kesehatan bagi masyarakat.

Meskipun, aspek kepercayaan di konteks pelayanan publik, juga harus ditingkatkan. Memunculkan model kurikulum kesehatan yang responsif terhadap sistem pelayanan sekolah dan rumah sakit (link and match) adalah strategi lain yang juga diperlukan. Ini dimaksudkan agar para guru dan dokter mampu adaptif terhadap berbagai teror, melalui proses komunikasi yang persuasif dan simpatik.

Dengan begitu, harapannya kedua kepentingan (pelayanan publik dan perlindungan konsumen) mencapai kurva keseimbangan.

Baca Juga:
Anggur Hijau: Manis, Segar, dan Penuh Manfaat untuk Kesehatan

Selain itu menurut Dwi Wahyu perlindungan hukum, baik pihak rumah sakit dan lembaga pendidikannya harus diperjelas supaya tercipta psikologi yang kondusif.

Akhirnya, tolak berbagai tindak kekerasan. “Marilah mulai membangun kesadaran dialog, agar terbangun masyarakat yang rasional dengan mengatakan ; Zero Bulliying oleh siapa pun dan dimana pun. Merdeka !” pungkasnya. (bams)