KOTA MALANG – Suasana penuh makna menyelimuti Lapangan Rampal, Kota Malang, saat ribuan umat Hindu menggelar Upacara Tawur Agung Kesanga pada Jumat (28/03/2025). Ritual ini menjadi bagian dari rangkaian menjelang perayaan Hari Raya Nyepi 1947 Saka yang jatuh esok hari, Sabtu (29/03/2025).
Seperti tahun-tahun sebelumnya, prosesi ini diawali dengan pembersihan dan persembahan sesaji untuk keseimbangan alam semesta, serta pelepasan Ogoh-ogoh yang melambangkan pembuangan sifat negatif sebelum memasuki hari penuh keheningan.
Upacara ini berlangsung khidmat dengan dihadiri oleh para pengurus Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kota Malang, tokoh agama, serta pejabat daerah, di antaranya mantan Ketua DPRD Kota Malang I Made Riandiana Kartika, Wakil Wali Kota Ali Muthohirin, KabagOps Polresta Malang Kota AKP Sutomo, dan Dandim 0833 Letkol Arm Aris Gunawan.
Dalam sambutannya, I Made Riandiana Kartika menyampaikan rasa syukur atas kelancaran prosesi Tawur Agung Kesanga, terutama karena tahun ini bertepatan dengan bulan suci Ramadhan.
“Kami menyadari bahwa banyak saudara Muslim yang sedang menjalankan ibadah puasa. Oleh karena itu, panitia memilih lokasi yang tidak mengganggu lalu lintas dan aktivitas masyarakat menjelang Lebaran. Ini adalah bukti nyata bagaimana toleransi dan kebersamaan terus terjaga di Kota Malang,” ungkapnya.
Ia juga mengapresiasi masyarakat yang tetap antusias mengikuti ritual ini, sekaligus menunjukkan bahwa keberagaman di Kota Malang bukan sekadar semboyan, melainkan benar-benar hidup dalam keseharian.
“Keindahan toleransi itu bisa kita rasakan hari ini. Meski berbeda keyakinan, kita tetap saling menghormati dan menjaga harmoni. Semoga besok umat Hindu dapat menjalankan Nyepi dengan tenang, sebagaimana umat Muslim yang beribadah puasa dengan khusyuk,” tambahnya.
Upacara ini juga mendapat dukungan penuh dari berbagai pihak, termasuk aparat TNI-POLRI yang turut memastikan kelancaran acara. Di akhir prosesi, masyarakat yang hadir berbondong-bondong menyaksikan pawai Ogoh-ogoh sebelum akhirnya dibakar sebagai simbol pemurnian diri.
Momen ini bukan sekadar ritual keagamaan, tetapi juga cerminan kuatnya rasa persaudaraan di tengah perbedaan.