SITUBONDO – Masyakarat di Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, dikagetkan dengan munculnya spanduk bertuliskan penolakan ahli waris menjual tanahnya ke Tol Probowangi, terpasang di atas lahan pertanian di Dusun Sagaran, Desa Blimbing, Kecamatan Besuki.
Pantauan portal-indonesia.com, di lahan tempat dimana spanduk itu terpasang, ada tanaman jagungnya.
Jumlah spanduk ada satu buah itu berada di sebelah barat jalan arah Blimbing – Kalimas yang jaraknya cukup dekat dari pinggir jalan tersebut. Sehingga spanduk itu bisa terlihat jelas oleh pengguna jalan maupun pengendara yang melintas di jalan arah Blimbing – Kalimas atau sebaliknya.
Ukuran spanduk itu kurang lebih 1×2 meter, dipasang dengan menggunakan tiang bambu setinggi 2,5 – 3 meter.
Pada spanduk berlatar belakang warna putih dan ada gambar rumah itu, ada tulisan warna biru dongker menggunakan huruf besar bertuliskan TANAH INI SHM NO. 125 LUAS 10.797 M2
Lalu di bawahnya ada tulisan cetak warna Merah bertuliskan TIDAK DIJUAL KEPADA TOL PROBOWANGI. Sedangkan di bawahnya ada tulisan cetak warna Putih di-block warna Merah bertuliskan HARGA UMUM/PASARAN RP. 1.500.000/M2, HARGA GANTI RUGI TOL CUMA RP. 280.000/M2
Kemudian di bagian bawah sebelah pojok kanan spanduk ada tulisan cetak warna Biru Dongker bertuliskan AHLI WARIS KUSTINAH.
Menurut sejumlah warga, spanduk itu sudah terpasang sejak beberapa hari lalu. Tapi mereka tidak tahu siapa yang memasang spanduk tersebut.
“Sudah beberapa hari lalu tapi siapa yang memasang saya tidak tahu. Tahu-tahu pas lewat sudah ada,” ungkap Brani warga Desa Bloro Kecamatan Besuki kepada portal-indonesia.com, Kamis (14/9/2023)
Namun setelah dilakukan penelusuran informasi, diketahui bahwa spanduk itu dipasang oleh pihak ahli waris dari pemilik tanah tersebut.
Salah satu putra dari almarhumah Kustinah, Adil MS (61), membenarkan bahwa pihaknya yang memasang spanduk tersebut.
“Iya mas, saya yang memasang spanduk itu pada hari Senin tanggal 4 September 2023,” ungkap Adil, di kediamannya, Desa Besuki, Jumat (16/5/2023)
Adil mengatakan, dari tanah seluas 10.797 m2, yang kena dampak Tol Probowangi adalah 2.489 m2. “Jadi tanah kami yang kena dampak Tol itu tidak semuanya mas,” imbuhnya
Adil menyebut ada beberapa alasan sehingga pihaknya sebagai ahli waris melakukan penolakan menjual tanahnya tersebut.
Pertama, nilai ganti ruginya tidak sesuai harga pasaran.
“Harga ganti rugi yang ditawarkan hanya Rp 280.000 per m2. Padahal harga pasaran tanah di lokasi tersebut sudah diatas Rp 1 juta per m2,” ungkapnya.
Dia menjelaskan bahwa, sebagai perbandingan, harga tanah di sebuah perumahan yang letaknya sekira 500 meter dari lokasi tanahnya, senilai 2 juta rupiah per m2. Kemudian juga sebagai pembanding harga pasar adalah harga tanah di sebelah Timur kantor Desa Blimbing, sebesar 75 juta rupiah per kavling.
“Dalam penentuan harga ini, seharusnya yang menjadi acuan adalah harga sesuai pasar sebagaimana yang diamanatkan oleh UU Nomor 2 Tahun 2012,” tandasnya.
Alasan kedua menurut Adil, tanah milik ahli waris Kustinah yang kena dampak Tol Probowangi itu selain strategis karena berada di pinggir jalan, juga terkenal sangat subur karena bisa ditanami sejumlah tanaman yang disesuaikan dengan musimnya, seperti padi, jagung, tembakau, dan cabe. “Lahan pertanian di Blok Manggis milik kami yang kena dampak tol itu dalam setahunnya bisa 3 kali tanam dan tiga kali panen,” ujarnya.
Kemudian alasan ketiga adalah kerugian yang bisa dialami ahli waris dari pemilik tanah atas nama Kustinah, adalah ganti rugi non fisik.
“Seperti diketahui tanah kami seluas 10.797 m2, yang terdampak tol seluas 2.489 M2. Tanah terdampak tol itu berada di pinggir jalan. Lalu gimana nantinya jika sisa tanah seluas 7.308 m2 tidak ada aksesnya atau tertutup jalan tol. Kami bisa rugi berkali lipat, sedangkan sisa tanah kami yang tidak terdampak tol, tidak ada harganya. Padahal tanah waris tersebut sudah dibagi waris 6 bersaudara dan sesuai kesepakatan keluarga, tanah yang dipinggir jalan rencananya akan dibuat ruko, sedang tanah yang bagian dalam akan dibuat perumahan,” beber Adil.
Selain sejumlah alasan tersebut di atas, Adil juga mengatakan dalam proses dan tahapan-tahapan terkait ganti rugi tanah terdampak tol, dinilai ada banyak kejanggalan, tidak transparan dan tanpa terlebih dahulu melalui musyawarah kesepakatan harga dengan pemilik tanah.
“Perihal aspirasi dan pengaduan ini, kami sudah bersurat kepada Ketua DPRD Kabupaten Situbondo dengan sejumlah tembusan, diantaranya Bupati Situbondo, Kepala BPN Kabupaten Situbondo, Gubernur Jawa Timur, Menteri PUPR di Jakarta, dan Menko Pohhukam di Jakarta,” pungkasnya.
Sementara menurut keterangan yang terhimpun dari perbincangan sejumlah warga, khususnya di wilayah Kecamatan Besuki menyebutkan bahwa sudah banyak masyarakat yang mengetahui kalau di Desa Blimbing terpasang sebuah spanduk yang bertuliskan penolakan menjual tanah ke Tol Probowangi dan informasi terkait spanduk itu telah tersebar luas.
“Tentang spanduk itu sudah banyak yang tahu dan sudah tersebar luas informasinya mas,” kata MA Sahran, salah satu tokoh masyarakat di Kecamatan Besuki, Sabtu (16/9/2023)
Sahran dalam pandangannya menyampaikan terkait masalah pembebasan lahan terdampak Tol Probowangi yang belum selesai, nanti proses penyelesaiannya bisa hingga ke pengadilan negeri dengan melalui gugatan.
“Itu proses nantinya bisa melakukan gugatan ke pengadilan negeri,” kata Sahran.
Tapi, lanjut Sahran, perihal ini kita juga harus mengetahui undang-undangnya sebagaimana yang diamanatkan dalam UUD Tahun 1945, khususnya pada Pasal 33 Ayat 3.
“Di Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dalam Pasal 33 Ayat 3 menegaskan bahwa bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,” terang Sahran.