SIDOARJO — Situs Siti Inggil di Mojokerto dipercaya sebagai tempat persemayaman terakhir Raden Wijaya, pendiri Kerajaan Majapahit yang bergelar Kertarajasa Jayawardana. Namun, apakah benar situs ini merupakan makam sang raja besar?
Berada di ujung barat Dusun Kedungwulan, Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan, Siti Inggil dikenal dengan suasananya yang teduh dan sejuk. Angin yang bertiup dari persawahan serta keberadaan pohon kesambi raksasa menambah kesejukan di sekitar situs ini, menciptakan suasana yang mendukung bagi kegiatan ziarah.
Bangunan di Siti Inggil berdiri di atas fondasi bata kuno peninggalan Kerajaan Majapahit, dengan luas sekitar 15×15 meter. Akses masuk dapat ditempuh melalui tangga di sisi selatan dan timur.
Meskipun struktur bata merupakan peninggalan zaman Majapahit, tembok keliling tanpa atap yang ada saat ini dibangun pada tahun 1968-1970 atas perintah Presiden Kedua Indonesia, Jenderal Soeharto.
Sukirno, juru kunci Siti Inggil, mengungkapkan Sabtu (19/10/2024) bahwa Jenderal Soeharto sering mengunjungi situs ini untuk bersemedi. “Masyarakat percaya bahwa Siti Inggil adalah makam Raden Wijaya.
Meskipun tidak digunakan untuk menguburkan jenazah, situs ini diyakini sebagai tempat penyimpanan abu sang raja,” jelas Sukirno.
Situs ini memiliki lima makam yang diyakini sebagai makam Raden Wijaya, Garwo Padmi Ghayatri, dua istri selirnya, Dhoro Pethak dan Dhoro Jinggo, serta abdi setianya, Kaki Regel.
Sukirno menambahkan bahwa setelah wafat pada tahun 1309 Masehi, jenazah Raden Wijaya disucikan di Candi Gentong, lalu dikremasi di Candi Brahu yang terletak sekitar satu kilometer dari Siti Inggil. Sebagian abu sang raja disimpan di situs ini, sementara sisanya dilarung ke laut selatan.
“Abu beliau, beserta istri dan selirnya, disimpan di makam-makam ini,” tambah Sukirno.
Selain memiliki nilai sejarah, Siti Inggil juga menjadi tempat tujuan ziarah dan ritual. Setiap tahunnya, banyak pengunjung yang datang untuk berdoa dan bermeditasi, menjadikan Siti Inggil salah satu destinasi spiritual yang terkenal di kawasan Trowulan, pusat kejayaan Kerajaan Majapahit.