Portal DIY

Simpul Jaringan Tolak Negara Khilafah di DPRD DIY

144
×

Simpul Jaringan Tolak Negara Khilafah di DPRD DIY

Sebarkan artikel ini
Simpul Jaringan Tolak Negara Khilafah di DPRD DIY
Koordinator Simpul Jaringan serahkan petisi kepada Dr Stevanus C Handoko (kiri) (Ist)

YOGYAKARTA – Simpul   Jaringan  Komunitas  Nasionalis  D.I. Yogyakarta mendesak para politisi dan semua kelompok kepentingan tertentu untuk menghentikan segala isu, agenda, dan praktek politik identitas yang hanya bertendensi meraih kekuasaan secara kotor yang berimplikasi pada retaknya ikatan kekerabatan di masyarakat.

Dalam aksinya di Gedung DPRD DIY pada Sabtu (30/4/2022) Koordinator aksi Kuss Indarto menyampaikan petisinya. Kedatangan Simpul Jaringan yang mewakili rakyat DIY ini diterima anggota DPRD DIY Dr Stevanus C Handoko.

Mereka mendesak para politisi, baik politisi murni atau politisi yang menyaru sebagai agamawan. Dan semua kelompok kepentingan yang mengatasnamakan agama, untuk menghentikan isu dan agenda tentang negara khilafah. Karena hal  itu  tidak ada dalam teks kitab  Al-­‐Qur’an  dan  hadits, tapi hanya tafsir subyektif dari kelompok politisi yang menyaru agamawan belaka.

“Agenda untuk menjadikan Indonesia sebagai negara khilafah jelas inkonstitusional,” kata Kuss Indarto.

Simpul Jaringan Tolak Negara Khilafah di DPRD DIY
Simpul Jaringan saat diterima di Gedung Dewan Jalan Malioboro (Ist)

Simpul Jaringan Komunitas Nasional dalam petisinya juga menolak keras agenda para politisi, termasuk politisi menjual murah citra agama. Dan kelompok kepentingan identitas tertentu untuk tidak menjadikan Indonesia sebagai ajang eksperimentasi politik yang tidak sesuai konstitusi dan jauh dari perkembangan zaman, kultur, dan kebutuhan masyarakat Indonesia.

Selain itu juga mendesak para agamawan dan kelompok tertentu yang mengatasnamakan kepentingan agama untuk menghentikan agenda dan aksi politik. Baik itu dilakukan secara terbuka/eksplisit maupun yang tersamar/implisit, di  rumah ibadah. “Kembalikan rumah ibadah ke dalam koridor fungsinya sebagai ruang ekspresi relijius, bukan ruang politik praktis,” harapnya.

Selain itu mendesak negara untuk selalu hadir. Juga secara tegas menindak secara hukum terhadap para pihak yang dengan sengaja merancang, memprovokasi, menyebarkan dan mempraktekkan isu tentang politik identitas. Yang bisa berakibat merongrong kewibawaan negara dan pemerintah serta merusak ikatan sosial di masyarakat. (bams)