SIDOARJO – Di lereng Gunung Boetak, tepatnya di Desa Kemloko, Kecamatan Trawas, Mojokerto, tersembunyi mahakarya budaya yang sarat sejarah, Situs Reco Lanang. Destinasi ini bukan hanya menawarkan pesona wisata budaya, tetapi juga pengalaman spiritual yang mendalam.
Untuk mencapai arca monumental setinggi 5,40 meter dan berbobot 72 ton ini, pengunjung perlu menapaki 178 anak tangga. Perjalanan penuh makna tersebut mengajarkan ketekunan sebelum menyaksikan keagungan peninggalan era Majapahit ini.
Menurut Wahyu Ali Ramadani, juru pelihara situs, Reco Lanang adalah simbol kebesaran Majapahit sekaligus arca Buddha terbesar di Pulau Jawa. “Ini bukan sekadar artefak, tetapi cerminan harmoni budaya dan spiritualitas dari masa lampau,” ungkapnya, Senin (09/12/2024).
Situs ini juga dikelilingi oleh legenda yang memikat. Tak jauh dari Reco Lanang, sekitar 300 meter, terdapat Reco Wedok, arca pasangannya. Cerita rakyat mengisahkan bahwa kedua arca tersebut melambangkan pasangan suami istri yang terlibat konflik akibat kesalahpahaman. Luka pedang di dada Reco Lanang dipercaya sebagai simbol karma dan pelajaran dari kehidupan sebelumnya.
Arca ini menggambarkan Buddha Akshobhya dengan mudra Bhumisparca, yang melambangkan momen ketika Buddha memanggil bumi sebagai saksi atas pencerahannya. Dibangun pada periode 1358–1371 M, Reco Lanang ditemukan oleh arkeolog Belanda, Dr. Verbeek, pada abad ke-19.
Tak hanya menjadi tempat meditasi, Reco Lanang menyampaikan pesan moral tentang hubungan manusia, alam, dan karma. Wisatawan yang datang tidak hanya disuguhi keindahan alam sekitar, tetapi juga kesempatan merasakan kedalaman spiritual.
Di tengah derasnya arus modernitas, Situs Reco Lanang tetap menjadi oasis kebijaksanaan. Pesan harmoni antara manusia, alam, dan spiritualitas yang terpancar dari situs ini menjadikannya tempat yang layak untuk direnungkan dan dikunjungi.