YOGYAKARYA – Peneliti Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan (Pustek) UGM Yogyakarta Dr Hempri Suyatna mengatakan persoalan kelangkaan minyak goreng disebabkan banyak faktor, mulai dari meningkatnya harga CPO, gangguan distribusi hingga aksi penimbunan minyak goreng.
“Ada banyak faktor. Saya kira faktor pemicunya sudah muncul sejak tahun lalu, November 2021. Dikarenakan kenaikan harga CPO (Crude Palm Oil) di pasar internasional,” kata Hempri di Kampus UGM, Rabu (16/3/2022).
Naiknya harga CPO inilah, lanjut Hempri, yang kemudian memicu banyak pedagang minyak goreng menjual produknya ke luar negeri daripada di dalam negeri. Selain banyaknya produk yang dijual ke luar negeri, kelangkaan diperparah dengan banyaknya pedagang yang bermain mencari keuntungan di balik kelangkaan minyak goreng.
Sehingga proses distribusinya pun menjadi tidak berjalan lancar. “Dalam banyak kasus sering kita temukan, terjadi banyak penimbunan minyak goreng sehingga mengakibatkan proses distribusi menjadi tidak lancar,” paparnya.
Mengatasi lonjakan harga minyak goreng dan kelangkaan produk tersebut di pasaran, Hempri mengimbau pemerintah lebih gencar melakukan operasi pasar. Selain itu melakukan berbagai langkah inovatif, misalnya dengan memotong jalur distributor. Sehingga bisa menekan harga minyak.
”Melakukan pengawasan terhadap para pelaku usaha termasuk konsumen. Jangan sampai penimbunan juga terjadi di level kosumen,” ujarnya.
Menurutnya proses pengawasan distribusi perlu diperkuat kembali termasuk soal ekspor CPO hingga distribusi minyak goreng di dalam negeri. “Perlu perbarui proses pengawasan distribusi ini apalagi Indonesia dikenal penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia,” pungkasnya. (bams)