JAKARTA – Pangan menjadi tema krusial bagi pemerintahan Prabowo Subianto. Karena itu Perayaan Buka Tahun Baru Bersama ke-18 Paguyuban Wartawan Katolik Indonesia (PWKI) pada Sabtu (25/1/2025) pekan lalu, komunitas
wartawan itu mengusung tema “Pangan untuk Semua“.
PWKI mengajak semua komponen bangsa merefleksikan langkah yang bertujuan agar bangsa Indonesia berjalan bersama menghadapi tantangan ke depan terkait dengan pangan.
Perayaan diawali Ekaristi dipimpin Konselebran Sekretaris Keuskupan Agung Jakarta Romo Adi Prasodjo Pr bersama Sekretaris Eksekutif Komisi HAK KWI Romo Aloysius Budi Purnomo Pr dan Romo Heri Wibowo Pr, Sekretaris Eksekutif Komisi HAK KWI periode 2019 – 2025.
Dalam homilinya, Romo Aloysius Budi Purnomo menyampaikan PWKI hendaknya menyajikan warta yang bisa memberi asupan rohani; seperti pangan yang sejatinya adalah firman Tuhan. Asupan rohani lewat media sosial dan pewartaan yang disajikan para wartawan Katolik hendaknya mampu memberi rasa damai atau ‘salve’ kepada masyarakat.
Dari Vatikan, salah satu penerima penghargaan “Terimakasihku Kepadamu“ Romo Markus Solo Kewuta SVD dari Dikasteri Vatikan untuk Hubungan AntarAgama melalui daring menyampaikan tanggapannya atas tema tersebut.
Ia menyebut pangan sebagai kebutuhan vital bagi setiap orang. Untuk konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, Romo Markus menjelaskan penyediaan bahan pangan yang cukup dan distribusi semua bentuk bantuan materi lainnya yang adil dan merata akan menjamin kelangsungan hidup bangsa. Pangan juga akan mensejahterakan semua orang dan menjamin kualitas penduduknya.
Seruan untuk ini hendaknya tidak hanya berhenti di sini. “Swasembada pangan yang dikampanyekan dan terus dicanangkan pemerintah harus pula disertai upaya distribusi yang adil dan merata dari Sabang hingga Merauke,” pintanya.
“Demi kelangsungan hidup bangsa yang sehat, adil dan makmur. Ini merupakan sebuah imperatif (moral),” tambah Romo Markus Solo Kewuta SVD.
Pangan yang cukup, menurutnya belum bisa menjadi barometer kesejahteraan sebuah bangsa dan negara. Paus Fransiskus menekankan bahwa barometer kesejahteraan sebuah bangsa adalah perdamaian dan kerukunan di antara para warganya.
“Sayangnya, kita ketahui bersama bahwa kehidupan bersama kita yang diwarnai dengan keanekaragaman yang besar sebagai DNA kita, belum bebas dari konflik-konflik vertikal dan horizontal,” kata Romo Markus Solo Kewuta.
Tendensi-tendensi, lanjutnya, bahkan fakta-fakta pembanguan ghetto-ghetto di dalam masyarakat disebut masih terjadi di mana-mana. Perdamaian dan kerukunan beragama untuk semua masih menjadi sebuah PR yang berat.
Sementara Wakil Gubernur Daerah Khusus (DKJ) Terpilih Rano Karno dalam kesempatan sama mengungkapkan dalam kepemimpinannya nantinya bakal fokus pada isu pada ketahanan pangan. Di antaranya menyelesaikan persoalan pangan murah dan ketersediaan bahan pokok menjelang Bulan Suci Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri.
Selain itu, Rano Karno juga akan melakukan percepatan program Contra Covid memastikan harga yang terjangkau bagi masyarakat dan mensejahterakan petani
Acara Buka Tahun Bersama PWKI juga ditandai degan penyerahan penghargaan “Terimakasihku kepadamu” bagi 7 organisasi pemuda lintas agama dan satu tokoh Indonesia yang tinggal di luar negeri.
Menurut pendiri dan Penasihat PWKI, AM Putut Prabantoro, dunia sangat mengenal istilah Si Vis Pacem, Para Bellum yakni jika Anda Ingin damai, siapkanlah perang. Ini memaknai bahwa konflik, perang digunakan sebagai alat untuk mewujudkan damai. Artinya, salah satu pihak harus kalah dan menjadi korban. Sesuatu yang kontradiktif. Dan, ini selalu digunakan sebagai legitimasi untuk berperang ataupun berkonflik.
Dalam konteks perdamaian pada saat ini, Putut yang juga Taprof Bidang Ideologi Lemhannas RI menyatakan istilah provokatif itu – Si Vis Pacem, Para Bellum, harus diganti. Yang harus berlaku adalah, Si Vis Pacem, Para Panem yakni jika Anda ingin damai siapkanlah Roti (pangan/kesejahteraan). Kesejahteraan selalu ujung dari perdamaian. Dan perang atau konflik tidak menawarkan perdamaian. (bams)