Portal DIY

Pakar Hukum UMY : Judicial Review Jalan Damai Atasi Kontroversi RUU TNI

Portal Indonesia
52
×

Pakar Hukum UMY : Judicial Review Jalan Damai Atasi Kontroversi RUU TNI

Sebarkan artikel ini
Pakar Hukum UMY Dr Nanik Prasetyoninghsih, MH (Ist)

YOGYAKARTA – Pakar hukum tata negara Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Dr Nanik Prasetyoninghsih, MH menilai revisi Undang-undang TNI atau RUU TNI yang baru saja disahkan menimbulkan kekhawatiran terkait potensi dominasi militer dalam pemerintahan sipil. Karena itu judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi langkah yang perlu segera diambil untuk menguji kesesuaian RUU TNI dengan konstitusi.

“Harus segera diajukan judicial review untuk memastikan apakah RUU TNI sesuai dengan konstitusi atau tidak,” ujar Nanik,  Jumat (21/3/2025).

Menurutnya, dominasi militer yang semakin kuat akan memperlemah struktur pemerintahan sipil dan mengancam supremasi sipil sebagai sistem kontrol masyarakat terhadap militer. Ia memperingatkan bahwa potensi gaya pemerintahan militeristik akan mengikis prinsip-prinsip demokrasi.

Pemerintahan yang militeristik ini disebutnya tidak sesuai dengan spirit demokrasi. Ini karena akan semakin membatasi keterlibatan masyarakat dalam menentukan kebijakan. “Padahal kita tahu bahwa demokrasi yang ideal adalah yang dibangun dari bawah ke atas, di mana pemerintah menjalankan mandat dan masyarakat yang menentukan apa yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah,” jelas Nanik.

Tumpang Tindih Kewenangan

Selain itu, Nanik juga menyoroti potensi tumpang tindih kewenangan antara TNI dan lembaga sipil, termasuk Polri, terutama dalam keamanan dan ketertiban masyarakat. Dengan diperluasnya lingkup Operasi Militer Selain Perang (OMSP), TNI berpotensi terlibat dalam tugas-tugas penegakan hukum seperti pemberantasan narkoba dan kejahatan siber.

Ia khawatir bahwa peran ganda ini akan membuka celah penyalahgunaan kekuasaan militer di ranah sipil. “Ada risiko besar terjadinya penyalahgunaan wewenang. TNI yang sejatinya bertugas menjaga pertahanan negara bisa terjebak dalam ranah sipil yang bukan wewenangnya,” kata Nanik.

Judicial Review sebagai Solusi

Meski RUU TNI telah disahkan, Nanik menegaskan bahwa judicial review merupakan jalan damai yang dapat ditempuh masyarakat untuk menyalurkan ketidakpuasan. Ia menekankan bahwa pengajuan judicial review tidak perlu menunggu hingga undang-undang berdampak negatif secara langsung.

Baca Juga:
Demo Tolak RUU TNI di Semarang Ricuh, Polisi Amankan 4 Mahasiswa

Menurutnya tidak perlu menunggu hingga undang-undang tersebut melanggar hak-hak sipil untuk mengajukan judicial review. Selama terdapat potensi pelanggaran hak-hak tersebut secara konstitusional, seperti dengan adanya perluasan Operasi Militer Selain Perang, maka itu sudah cukup untuk mengajukan pengujian RUU TNI ke MK. “Dan siapa pun, termasuk masyarakat, dapat melakukan permohonan judicial review,” tegasnya.

Nanik juga mengkritik proses pengesahan RUU TNI yang dinilai minim transparansi. Menurutnya, pola kerja “silent operation” yang dilakukan DPR dalam pengesahan sejumlah undang-undang kontroversial seperti UU Cipta Kerja dan UU IKN kembali terulang.

“Sayangnya, DPR kembali mengulangi pola pengesahan secara tertutup. Seharusnya, proses pembentukan undang-undang ini memenuhi asas partisipasi publik yang baik,” tandasnya.

Dengan judicial review, diharapkan munculnya keputusan yang lebih adil dan berlandaskan konstitusi demi menjaga prinsip supremasi sipil dan demokrasi di Indonesia. (bams)