PORTAL OPINI

Mypertamina,  Fenomena yang Menyisakan Banyak Tanya 

5
×

Mypertamina,  Fenomena yang Menyisakan Banyak Tanya 

Sebarkan artikel ini
Mypertamina,  Fenomena yang Menyisakan Banyak Tanya 

OPINI — Per 1 Juli 2022 pemerintah memulai uji coba pembelian BBM bersubsidi, Pertalite, Solar memakai aplikasi Mypertamina. Masyarakat akan dipersilahkan untuk mendaftar melalui situs yang disediakan Pertamina. Sayangnya ini menimbulkan banyak tanya bagi masyarakat. Sarah dwi Cahyani, perempuan yang menyelesaikan studinya mengaku bingung dengan rencana uji coba melalui aplikasi, sebab setahu dia di SPBU tidak diperbolehkan menyalakan HP. Belum lagi, tidak semua bisa mengakses dan melakukan pendaftaran melalui aplikasi, semisal mereka dari golongan orang tua dan masyarakat menengah kebawah yang belum memilki ponsel pintar, masih gaptek dengan penggunaannya dan masih banyak lagi persolan yang lainnya seperti prediksi akan semakin panjangnya antrian pembeli Pertalite. (Republika.co.id)

Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Alfian Nasution menjelaskan uji coba pembelian Pertalite dengan aplikasi MyPertamina dilakukan sebagai salah satu upaya untuk menyalurkan BBM bersubsidi lebih tepat sasaran.

Cara paksa Konsumsi BBM Mahal
Alasan pemerintah dengan kebijakan ini memang supaya penyaluran BBM bersubsidi lebih tepat sasaran pada masyarakat bawah, namun tidak memperhitungkan masyarakat menengah sebanyak 115 juta yang masih rentan juga secara ekonomi. Kelas menengah ini dinilai juga perlu diberi subsidi, bukan dipaksa secara halus membeli Pertamax (BBM non subsidi) yang memiliki disparitas harga yang jauh dengan Pertalite (BBM bersubsidi). Ini disampaikan oleh Direktur Center of Economics and Law Studies (Chelios) Bima Yudhistira kepada CNN Indonesia.

Bagi masyarakat yang sulit mengakses aplikasi, mau tidak mau akan membeli BBM yang dapat dengan mudah didapatkan tanpa mendaftar dulu, dan itu untuk BBM non subsidi, mengingat BBM termasuk kebutuhan dasar yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Sekali lagi ini mengarah pada fenomena yang mau tidak mau memaksa masyarakat membeli BBM non subsidi, karena sulit dan rumitnya proses pembelian BBM bersubsidi. Ini prediksi masalah turunan yang akan ditimbulkan dari kebijakan ini.

Sejatinya alasan penyaluran tepat sasaran BBM bersubsidi ini dengan pembelian melalui aplikasi klise sekali, setelah sebelumnya upaya pembatasan BBM bersubsidi yang dilakukan belum berhasil. Ujungnya adalah penghapusan penggunaan BBM bersubsidi.

Kebijakan yang Lahir dari Rahim Kapitalisme
Anggaran yang harus dibayarkan negara untuk subsidi BBM memang cukup besar yaitu mencapai Rp. 443,6 triliun di tahun anggaran 2022, angka ini naik 14% dari usulan perubahan belanja APBN tahun anggaran 2022. Ini disebabkan karena pembelian minyak bumi dan produk olahannya mengacu pada harga pasar dunia. Sejalan dengan filosofis ideologi kapitalis, negara enggan memberikan subsidi untuk BBM ini karena jelas memberatkan. Ini membuat negara harus mencari celah melepaskan subsidi ini secara perlahan sehingga tidak menjadi beban keuangan negara, walaupun harus mengorbankan nasib dan kehidupan rakyatnya.

Islam Solusi Hakiki
Dalam sistem Islam, persoalan BBM subsidi dan non subsidi tidak akan ditemui, mengapa? karena BBM termasuk kepemilikan umum yang pengelolaannya dilakukan oleh negara sebagai wakil umat yang hasilnya akan dikembalikan pada umat. Tidak boleh pengelolaannya diserahkan pada perorangan atau swasta. Sehingga penyaluran BBM sebagai sumber energi untuk masyarakat menjadi tanggung jawab penuh negara dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat. Negara bisa saja memberikan harga untuk penjualan BBM kepada masyarakat, namun harga tersebut harus satu, tidak berbeda kepada semua lapisan masyarakat. Dan mekanisme ini sangat memungkinkan dalam sistem Islam karena pengelolaan sumber energi akan sangat dimaksimalkan. Sumber daya alam penghasil energi dikelola sedemikian rupa oleh negara sampai tercukupi kebutuhan masyarakat dalam negeri. Negara tidak akan mengekspor dengan alasan apapun selama pasokan energi dalam negeri belum tercukupi, dan tidak akan mengimpor sebelum ada upaya maksimal kebutuhan energi tersebut terpenuhi. Sehingga dengan pengelolaan yang mutlak dilakukan oleh negara akan berbasis pada kesejahteraan rakyat bukan kesejahteraan segelintir orang atau swasta yang akan memungkinkan patokan harga yang tinggi bagi masyarakat. Dari fenomena ini seharusnya semakin membuat yakin bahwa Islamlah satu satunya solusi kehidupan masyarakat. Dengan Islam kehidupan yang sejahtera akan terjamin.