PORTAL OPINI

Menanti Tapioka

12
×

Menanti Tapioka

Sebarkan artikel ini
Menanti Tapioka

OPINI — Pertanyaan yang sama tentang program tapioka diutarakan oleh tiga orang warga. Jadi betulkah program tapioka itu? Saya menjawab bahwa kalau melihat upaya investor dan respons pemerintah daerah akan hal itu sepertinya akan jadi. Tapi intinya adalah kita tunggu saja perkembangan tahapannya.

Mengenai program pengolahan tapioka di Kabupaten Muna Barat (Mubar), Sulawesi Tenggara, masyarakat menanggapinya dengan harap-harap cemas. Dengan adanya informasi yang sudah tersebar luas, masyarakat membayangkan harapan. namun ketika membayangkan program itu akan batal tak bisa dihindari rasa cemas pun muncul. Bagi masyarakat program itu masih dalam posisi: harap-harap cemas. Masyarakat sedang menanti kepastian.

Soal lokasi pembangunan pabrik tapioka sudah ditentukan. Perihal ini, Bupati Mubar, Bahri menyatakan pabrik tapioka akan dibangun di Desa Kampani, Kecamatan Wadaga. Sangkut paut dengan itu waktu dimulainya pembangunan pabrik, pembentukan badan usaha milik daerah (BUMD), kebutuhan lahan dan anggaran.

Penjelasannya: pabrik tapioka direncanakan akan dibangun pada tahun 2023. BUMD akan dibentuk pada tahun 2023. Dana yang Rp10 miliar akan ditetapkan pada APBD induk tahun 2023. Kebutuhan lahan 1. 250 hektar saya belum tahu kapan diselesaikan.

Prinsipnya, pada tahun 2023 kebutuhan mendasar akan disiapkan oleh PT. Espay dan Pemda Mubar. Semoga semua rencana tersebut terlaksana dengan baik. Supaya harap-harap cemas masyarakat mulai berkurang.

Program pengelohan tapioka ini secara ekonomi benar-benar menjanjikan buat petani. Kalkulasinya ialah bila pabrik tapioka ini sudah beroperasi maka dalam satu hari target produksi 125 ton. Dan bahan baku singkong akan diambil dari petani yang tersebar di wilayah Mubar.

Karena itu, desain Pemda Mubar akan menggelontorkan dana sebesar Rp10 miliar. Mekanismenya, dana itu diberikan kepada pihak BUMD sebagai penyertaan modal. Lalu BUMD menyalurkan uang kepada petani. Petani yang mempunyai lahan satu hektar mendapat suntikan dana Rp8 juta. Usai panen, singkong petani akan dijual kepada BUMD. Dan uang Rp8 juta tadi langsung dikembalikan. Informasinya, kalau luasan lahan satu hektar, sekali panen petani akan meraup untung Rp37 juta. Karena dalam satu hektar menanam singkong uang yang bakal diperoleh Rp45 juta. Rp45 juta – Rp8 juta = Rp37 juta. Matematikanya begitu. Semua orang pasti bilang: oh…. menggiurkan. Mudah-mudahan program ini jadi kenyataan. Maka harap-harap cemas masyarakat berkurang lagi.

Yang menarik dari program ini adalah jaminan pasar. Masyarakat petani singkong yang susah payah mengolah, menanam, merawat dan memanen hasilnya sudah siap dibeli oleh BUMD. Lalu BUMD menjual ke perusahaan.

Catatan ringkas dari program pengolahan tapioka ini adalah gaungnya sudah jauh sekali. Istilah zaman sekarang sudah viral. Pasalnya, Bupati Bahri bicara dimedia terkait ini sedikitnya lima kali. Pokoknya sudah sering. Sepertinya Bupati Bahri melihat program ini sangat prospek untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Memang program ini memiliki tantangan bila dibandingkan dengan program kerja yang sudah dilakukan seperti penertiban kendaraan dinas dan pemberian tambahan penghasilan pegawai (TPP).

Perusahaan, pemerintah daerah, BUMD dan petani mesti memiliki cara pandang yang sama yakni sukseskan program ini. Jika salah satu diantara elemen yang ada beda cara pandang maka kemungkinan sukses program itu sulit diprediksi. Elemen yang lain juga harus diajak duduk melingkar agar memahami istilah cara pandang yang sama.