OPINI — Tanggal 9 Desember 2024 diperingati sebagai Hari Antikorupsi Internasional. Namun, ironisnya, peringatan ini kembali dirayakan di tengah masih maraknya kasus korupsi di Indonesia. Fenomena ini tidak hanya melibatkan pejabat tinggi negara, tetapi juga telah menjalar hingga ke level paling bawah masyarakat, menggambarkan betapa kompleksnya persoalan korupsi di tanah air.
Wajah Korupsi di Tingkat Elit
Di level elit, kasus-kasus korupsi terus menghiasi pemberitaan nasional. Kasus megakorupsi seperti penggelapan dana APBN, suap dalam proyek infrastruktur besar, hingga penyalahgunaan wewenang oleh pejabat tinggi menjadi gambaran nyata. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dibentuk untuk memberantas korupsi seringkali menghadapi tekanan politik, bahkan tidak jarang kehilangan independensinya.
Salah satu contoh terbaru adalah kasus korupsi terkait proyek strategis nasional yang melibatkan pejabat tingkat menteri. Dalam kasus ini, modus operandinya sering kali melibatkan kolusi antara pemerintah dan pengusaha, memanfaatkan celah hukum untuk mengeruk keuntungan pribadi. Praktik semacam ini tidak hanya merugikan negara secara finansial tetapi juga menghambat pembangunan yang seharusnya dinikmati oleh masyarakat luas.
Lebih jauh lagi, korupsi di tingkat elit sering kali sulit diberantas karena pelakunya memiliki akses ke jaringan kekuasaan yang luas. Dengan pengaruh tersebut, mereka dapat memanipulasi proses hukum, memperlambat investigasi, atau bahkan menghindari hukuman. Fenomena ini menciptakan kesan bahwa hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas, meruntuhkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan.
Korupsi di Akar Rumput: Masalah yang Tak Kalah Serius
Tidak hanya di level atas, korupsi juga merajalela di tingkat akar rumput. Dalam kehidupan sehari-hari, praktik suap, pungutan liar, dan penyalahgunaan wewenang oleh aparat desa hingga pejabat lokal adalah hal yang lumrah. Fenomena ini sering kali terjadi dalam layanan publik, seperti pengurusan dokumen administrasi, distribusi bantuan sosial, atau penerimaan siswa di sekolah negeri.
Contoh nyata dari korupsi di tingkat bawah adalah penyimpangan dalam distribusi bantuan sosial. Pada masa pandemi COVID-19, banyak kasus terungkap bahwa dana bantuan yang seharusnya disalurkan kepada masyarakat miskin justru dipotong oleh oknum-oknum tertentu. Praktik semacam ini menunjukkan betapa akar korupsi telah menyentuh aspek-aspek mendasar dalam kehidupan masyarakat.
Di sisi lain, masyarakat sering kali dianggap sebagai bagian dari masalah ini. Ada semacam “kebiasaan” atau budaya yang membuat korupsi diterima sebagai hal yang normal. Misalnya, memberi uang pelicin untuk mempercepat proses administrasi dianggap sebagai bagian dari cara “mengakali” sistem yang berbelit-belit. Hal ini menunjukkan bahwa korupsi tidak hanya masalah struktural tetapi juga kultural.
Dampak Sistemik Korupsi
Korupsi memiliki dampak yang sangat luas, tidak hanya terhadap perekonomian tetapi juga terhadap moralitas bangsa. Dari segi ekonomi, korupsi menyebabkan kebocoran anggaran yang signifikan. Dana yang seharusnya digunakan untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan, atau kesehatan malah masuk ke kantong pribadi para pelaku. Akibatnya, masyarakat luas yang harus menanggung kerugian tersebut.
Dari segi sosial, korupsi menciptakan ketimpangan yang semakin tajam. Ketika para elit korupsi hidup mewah dari uang rakyat, sebagian besar masyarakat justru harus berjuang keras untuk memenuhi kebutuhan dasar. Ketimpangan ini dapat memicu ketidakpuasan, bahkan mengarah pada konflik sosial yang merugikan stabilitas nasional.
Selain itu, korupsi juga merusak moralitas bangsa. Ketika masyarakat melihat bahwa pelaku korupsi sering kali lolos dari jerat hukum atau hanya mendapatkan hukuman ringan, hal ini menciptakan preseden buruk. Generasi muda mungkin kehilangan kepercayaan pada nilai-nilai kejujuran dan integritas, memandang korupsi sebagai “jalan pintas” untuk meraih kesuksesan.
Upaya Pemberantasan Korupsi: Tantangan dan Harapan
Pemerintah Indonesia sebenarnya telah melakukan berbagai upaya untuk memberantas korupsi. Pembentukan KPK adalah salah satu langkah besar dalam hal ini. Selain itu, beberapa undang-undang terkait korupsi juga telah disahkan, seperti UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Namun, pemberantasan korupsi bukanlah tugas yang mudah. Salah satu tantangan terbesar adalah lemahnya penegakan hukum. Banyak kasus korupsi yang berakhir tanpa kejelasan, sementara pelakunya tetap bebas. Selain itu, tekanan politik sering kali menjadi penghambat utama dalam proses pemberantasan korupsi.
Tidak hanya itu, kesadaran masyarakat juga memegang peranan penting. Pendidikan antikorupsi harus mulai ditanamkan sejak dini, baik di sekolah maupun di lingkungan keluarga. Generasi muda perlu diajarkan tentang pentingnya integritas, kejujuran, dan tanggung jawab agar budaya korupsi dapat terkikis secara perlahan.
Menyongsong Masa Depan Tanpa Korupsi
Meskipun tantangan yang dihadapi sangat besar, harapan untuk masa depan tanpa korupsi tetap ada. Untuk mencapainya, diperlukan kerja sama dari semua pihak, mulai dari pemerintah, aparat penegak hukum, masyarakat, hingga media. Transparansi dalam pengelolaan anggaran, penguatan sistem hukum, dan pendidikan antikorupsi adalah beberapa langkah penting yang harus terus dilakukan.
Momentum Hari Antikorupsi Internasional 2024 ini seharusnya menjadi pengingat bagi kita semua bahwa korupsi adalah musuh bersama. Jika kita ingin Indonesia menjadi negara yang maju, adil, dan sejahtera, maka korupsi harus diberantas sampai ke akarnya. Ini bukan hanya tugas pemerintah, tetapi tanggung jawab kita semua sebagai warga negara.
Dengan semangat antikorupsi, mari kita mulai perubahan dari diri sendiri. Hindari praktik-praktik yang mendukung korupsi, sekecil apa pun itu. Dengan langkah kecil dari setiap individu, kita dapat menciptakan gelombang besar perubahan yang akan membawa Indonesia menuju masa depan yang lebih baik.
Penutup
Korupsi adalah penyakit yang telah lama menggerogoti bangsa ini. Namun, dengan kesadaran kolektif dan komitmen yang kuat, korupsi bukanlah sesuatu yang tidak bisa diberantas. Hari Antikorupsi Internasional adalah momentum yang tepat untuk merefleksikan sejauh mana kita telah melangkah dan seberapa besar komitmen kita untuk melawan korupsi. Mari bersama-sama membangun Indonesia yang bersih, berintegritas, dan bebas dari korupsi.
Penulis: NOFIKA SAIFUL RAHMAN (Ketua DPC LBH CAKRA Kabupaten Situbondo)