Para ilmuwan dari Australia telah menemukan pecahan batu berumur 3,48 miliar tahun yang diduga sebagai meteor pertama yang menghantam Bumi. Fragmen baru, yang dikenal sebagai spherules, kemungkinan terbentuk saat meteor menghantam Bumi, kemudian memuntahkan batuan cair ke udara.
Melansir Live Science, batuan cair tersebut kemudian mendingin dan mengeras menjadi manik-manik yang terkubur selama ribuan tahun.
Para ilmuwan menyimpulkan bahwa batu itu adalah bukti tertua dari dampak bolide potensial dalam catatan geologis Bumi.
Sebelumnya, bukti meteor tertua berupa spherule berusia 3,47 miliar tahun yang ditemukan di Craton Pilbara, dan fragmen berusia 3,45 miliar tahun yang ditemukan di Craton Kaapvaal, Afrika Selatan.
“Penelitian baru ini mendokumentasikan ejeksi di batuan yang sedikit lebih tua, yaitu 3,48 miliar tahun (sekitar 10 juta tahun lebih tua dari yang ditemukan sebelumnya),” kata Chris Yakymchuk, ahli geologi di situs Live Science, dikutip Jumat ( 24/3/2023).
Dalam menentukan umur sferula yang ditemukan pada tahun 2019, para ilmuwan menggunakan isotop, versi dari unsur kimia yang sama yang memiliki massa berbeda karena jumlah neutron dalam nukleusnya. Menurut Yakymchuk, tekniknya kuat dan bisa diandalkan.
“Kami memiliki gagasan bagus tentang usia mereka berdasarkan penanggalan isotop zirkon mineral,” kata Yakymchuk.
Setelah diselidiki, komposisi kimia spherules berbeda dan asing. Mereka mendeteksi unsur-unsur kelompok platinum seperti iridium dalam jumlah yang sangat tinggi dibandingkan dengan batuan terestrial serta mineral yang disebut spinel nikel-kromium dan isotop osmium dalam kisaran tipikal sebagian besar meteorit.
Mereka juga mencatat bahwa fragmen tersebut memiliki karakteristik bentuk halter dan tetesan air mata dari spherule benturan dan mengandung gelembung, yang cenderung terbentuk saat batuan yang meleleh memercik menjadi padat setelah serangan meteor.
Perlu diketahui, hingga saat ini masih sulit bagi para ilmuwan untuk menemukan bukti tumbukan meteor dan bumi, sehingga sering menjadi bahan perdebatan. Hal ini disebabkan lempeng tektonik dan erosi kerak planet yang dapat menghapus jejak tabrakan.
Salah satunya, sebuah studi tahun 2016 tentang kawah meteor tertua di dunia, memicu perdebatan sengit di antara para ilmuwan. Namun, ketika kekuatan alam menghapus kawah, spherules tetap ada dan merupakan satu-satunya bukti yang tersisa dari peristiwa tersebut.
Menurut Yakymchuk, ada dua kelompok batuan yang berasosiasi dengan dampak tersebut.
“Kelompok pertama adalah di mana masih ada bekas kawah tubrukan yang terawetkan dan struktur Yarrabubba berusia 2,23 miliar tahun di Australia Barat,” kata Yakymchuk.
“Kelompok kedua adalah di mana kami memiliki pecahan batuan dan mineral yang tercipta akibat tumbukan, tetapi telah dikeluarkan dari kawah tumbukan dan sekarang ditemukan di dalam batuan,” tambahnya.
Tim saat ini sedang mempelajari batuan yang menutupi spherules dan menganalisis berbagai lapisan sedimen yang mereka bor untuk menyempurnakan pemahaman mereka tentang serangan meteor. Peristiwa masa lalu seperti ini tentu saja merupakan petunjuk langka sejarah planet Bumi.