Artikel, Tips & Edukasi

Dominus Litis dalam RKUHAP, Menuju Peradilan yang Lebih Adil

Redaksi
1066
×

Dominus Litis dalam RKUHAP, Menuju Peradilan yang Lebih Adil

Sebarkan artikel ini
Kholidazia El HF., S.H.I., M.H

Pada saat ini, media sedang dihebohkan dengan pro dan kontra terhadap Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP).

RKUHAP mulai dikaji oleh DPR agar ada kesesuaian dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terbaru yang telah disahkan pada tanggal 2 Januari 2023 dan akan mulai diberlakukan setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Di dalam RKUHAP tersebut, ada hal menarik terkait Asas atau prinsip Dominus Litis Jaksa Penuntut Umum yang akan diberlakukan.

Asas ini lah yang kemudian menuai pro dan kontra di antara para ahli Hukum Pidana karena ada kekhawatiran bahwa dengan wewenang yang begitu besar, jaksa bisa saja bertindak secara subjektif atau dipengaruhi oleh tekanan eksternal.

Sebenarnya Apa Itu Asas Dominus Litis?

Secara etimologi, Dominus Litis berasal dari bahasa Latin Dominus yang berarti “penguasa” dan Litis yang berarti “perkara”, sehingga Dominus Litis dapat diartikan sebagai “penguasa perkara” atau “pengendali perkara” atau “pihak yang mengendalikan jalannya perkara.” Dalam sistem hukum pidana, istilah ini merujuk pada pihak yang memiliki kewenangan utama dalam menentukan apakah suatu perkara dapat dilanjutkan ke pengadilan atau tidak.

Secara filosofis, konsep ini berakar pada prinsip ius puniendi, yang merupakan hak negara untuk menghukum individu yang melanggar hukum. Dalam hal ini, tanggung jawab sebagai perwujudan kekuasaan negara dalam penegakan hukum dengan mengontrol jalannya perkara guna mencapai keadilan substantif (justitia substantialis) dimiliki oleh kejaksaan.

Dalam sistem civil law yang dianut oleh banyak negara, termasuk Indonesia, peran Dominus Litis biasanya dipegang oleh Jaksa Penuntut Umum karena ia memiliki kewenangan melakukan penuntutan dan mengajukan perkara ke pengadilan. Selain itu, kejaksaan diberikan kewenangan luas melakukan pengawasan terhadap proses penyidikan berdasarkan asas opportunité de poursuites atau principle of opportunity, yaitu kebebasan untuk menentukan apakah suatu kasus layak untuk diajukan ke pengadilan atau tidak.

Baca Juga:
Laporan Harni Soal Dugaan Perampasan dan Pemerasan oleh FIF, Ini Penjelasan Penyidik

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) di Indonesia saat ini masih membatasi kewenangan kejaksaan hanya dalam tahap penuntutan, sementara kewenangan penyidikan secara eksklusif diberikan kepada kepolisian (monopolium investigationis). Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 110 dan Pasal 138 KUHAP (Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana). Meskipun pada Pasal 14 KUHAP disebutkan bahwa wewenang Jaksa Penuntut Umum antara lain menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari Penyidik serta mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan memperhatikan Pasal 110 ayat (3) dan ayat (4), dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari Penyidik serta bisa memberikan petunjuk kepada Penyidik untuk memperbaiki kekurangan penyidikan. Akan tetapi, KUHAP belum mengatur secara gamblang tentang peran Dominus Litis Jaksa Penuntut Umum. Sehingga di dalam RKUHAP akan diberlakukan dan diperjelas mengenai peran Dominus Litis Jaksa Penuntut Umum.

Kejaksaan sebagai Dominus Litis seyogyanya memiliki kendali penuh terhadap proses penyidikan hingga penuntutan agar dapat menjamin keabsahan alat bukti serta keadilan bagi terdakwa dan korban (in dubio pro reo). Namun, jika jaksa tetap dianggap sebagai Dominus Litis, tetapi tidak memiliki kewenangan dalam tahap penyidikan, maka perannya hanya sebatas pelengkap administratif dalam sistem peradilan pidana, bukan sebagai pengendali perkara yang sesungguhnya.

Peran Dominus Litis ini memperjelas peran jaksa sebagai pengendali utama proses penuntutan, termasuk dalam menentukan apakah suatu perkara layak untuk dilanjutkan ke pengadilan atau diselesaikan dengan mekanisme alternatif, seperti restorative justice.

Penerapan asas Dominus Litis bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan efisiensi dalam sistem peradilan pidana. Dengan kewenangan yang lebih tegas, jaksa memiliki peran strategis dalam memastikan bahwa proses hukum berjalan secara proporsional, tidak berlarut-larut, dan selaras dengan prinsip keadilan. Hal ini juga memberi ruang bagi pertimbangan aspek-aspek non-hukum, seperti kepentingan korban dan dampak sosial suatu perkara.

Baca Juga:
Leci Buah Tropis yang Segar dan Penuh Kejutan untuk Kesehatan

Dengan diberlakukannya Asas Dominus Litis secara penuh kepada Jaksa Penuntut Umum dalam RKUHAP, diharapkan dapat mewujudkan sistem peradilan yang lebih adil, transparan, efektif, dan proporsional dalam menangani perkara pidana di Indonesia.

Jaksa tidak lagi hanya berperan dalam tahap penuntutan di persidangan, bahkan sejak tahap penyidikan pun jaksa dapat turut dilibatkan agar jaksa dapat memastikan bahwa perkara yang diajukan ke pengadilan telah melalui proses penyaringan yang tepat.

Tentang Penulis

Kholidazia El HF., S.H.I., M.H.

lahir di Jember, 23 Juni 1992. Ia menempuh pendidikan di SDN 01 Kudus Klakah, MTsN 01 Lumajang, dan MAN 01 Lumajang. Gelar S.H.I. diperoleh dari STAIN Jember, sedangkan gelar M.H. diraih di UNISMA.

Saat ini, ia aktif sebagai Dosen Tetap di STIH Zainul Hasan dan berpraktik sebagai Advokat PERADI sejak 2019.