Portal Jatim

Dilema Kejahatan Digital terhadap Pelaku UMKM

Redaksi
66
×

Dilema Kejahatan Digital terhadap Pelaku UMKM

Sebarkan artikel ini
DWI KHUZAINI

OPINI — Dalam era digital yang semakin berkembang, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia mengalami transformasi besar dalam cara mereka menjalankan bisnis.

Digitalisasi memungkinkan UMKM untuk memperluas jangkauan pasar, meningkatkan efisiensi operasional, dan mengakses berbagai layanan keuangan yang sebelumnya sulit dijangkau.

Namun, di balik manfaat yang ditawarkan oleh teknologi pada masa kini. Ada ancaman besar yang mengintai. Yaitu adalah kejahatan digital.

Kejahatan digital atau cybercrime menjadi dilema bagi para pelaku UMKM. Di satu sisi, digitalisasi memberikan peluang besar bagi mereka untuk berkembang, tetapi di sisi lain, kurangnya pemahaman tentang keamanan siber membuat mereka rentan terhadap serangan siber seperti penipuan online, peretasan akun, pencurian data, hingga skimming transaksi keuangan.

Ancaman Kejahatan Digital terhadap Pelaku UMKM sering kali menjadi sasaran empuk bagi penjahat siber karena umumnya mereka memiliki sistem keamanan digital yang lemah.

Beberapa jenis kejahatan digital yang sering menyerang UMKM diantaranya adalah :

1. Phishing dan Penipuan Online
Phishing adalah metode kejahatan digital di mana pelaku mencoba memperoleh informasi sensitif seperti kata sandi, data perbankan, atau informasi pribadi dengan menyamar sebagai entitas tepercaya. Modusnya bisa melalui email, pesan singkat, atau situs web palsu yang terlihat seperti asli.

2. Peretasan dan Pencurian Data
UMKM yang memiliki website atau sistem transaksi online rentan terhadap serangan peretasan.

Jika sistem keamanan mereka lemah, hacker dapat dengan mudah mengakses data pelanggan, informasi keuangan, atau detail transaksi yang dapat digunakan untuk kegiatan ilegal.

Pencurian data dalam kasus seperti ini bisa berdampak buruk tidak hanya bagi UMKM tetapi juga bagi pelanggan mereka.

Misalnya, informasi kartu kredit pelanggan bisa dicuri dan digunakan untuk transaksi ilegal, yang pada akhirnya merusak reputasi bisnis.

Baca Juga:
Polsek Krian Dirikan Tenda Darurat, Siaga Hadapi Banjir di Barengkrajan

Mengapa UMKM Rentan terhadap Kejahatan Digital karena ada Beberapa faktor utama yang menyebabkan UMKM menjadi target empuk kejahatan digital.

Salah satu contoh nya seperti Minimnya Kesadaran tentang Keamanan Siber. Banyak pelaku UMKM yang belum memahami pentingnya keamanan digital.

Mereka sering kali mengabaikan tindakan pencegahan seperti penggunaan kata sandi yang kuat, autentikasi dua faktor (2FA), atau verifikasi transaksi yang lebih ketat.

Digitalisasi memberikan banyak manfaat bagi UMKM, tetapi juga membawa risiko besar jika tidak diimbangi dengan kesadaran dan perlindungan keamanan digital yang baik.

Kejahatan digital seperti phishing, peretasan, skimming, dan penipuan transaksi semakin marak dan dapat menyebabkan kerugian besar bagi pelaku usaha kecil.

Oleh karena itu, penting bagi UMKM untuk lebih waspada, meningkatkan literasi digital, dan menerapkan langkah-langkah keamanan yang ketat dalam menjalankan bisnis mereka.

Dengan begitu, mereka dapat memanfaatkan teknologi digital secara optimal tanpa harus terjebak dalam dilema kejahatan siber yang mengancam keberlangsungan usaha mereka.

Kondisi terhadap kebijakan keterwakilan perempuan 30% di kabinet merah putih, dari masa transisi jokowi ke prabowo

Kebijakan keterwakilan perempuan sebesar 30% dalam struktur pemerintahan Indonesia merupakan langkah afirmatif yang bertujuan untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam politik dan pengambilan keputusan.

Namun, implementasi kebijakan ini masih menghadapi berbagai tantangan, terutama ketika kita meninjau peralihan pemerintahan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Presiden Prabowo Subianto.

Landasan Hukum Keterwakilan Perempuan dalam Upaya meningkatkan keterwakilan perempuan. dalam politik Indonesia didukung oleh berbagai regulasi.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik mengamanatkan bahwa partai politik harus menyertakan sekurang-kurangnya 30% keterwakilan perempuan dalam kepengurusan tingkat pusat.

Selain itu, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum mengatur bahwa daftar calon anggota legislatif yang diajukan oleh partai politik harus memuat sekurang-kurangnya 30% keterwakilan perempuan.

Baca Juga:
Oknum Perangkat Desa di Probolinggo Ditangkap Saat Edarkan Sabu

Meskipun regulasi ini lebih berfokus pada lembaga legislatif, semangatnya diharapkan dapat diadopsi dalam eksekutif, termasuk dalam pembentukan kabinet.

Pada masa Kepemimpinan Jokowi ada langkah Progresif Selama dua periode kepemimpinannya, Presiden Jokowi menunjukkan komitmen terhadap peningkatan peran perempuan dalam kabinet. Pada periode pertama (2014-2019), Jokowi mengangkat delapan menteri perempuan, jumlah terbanyak sejak period reformasi. Meskipun belum mencapai kuota 30%, langkah ini dianggap sebagai kemajuan signifikan dalam representasi perempuan di pemerintahan.

Pada periode kedua (2019-2024), jumlah menteri perempuan sedikit menurun menjadi enam orang. Namun, Jokowi tetap mempertahankan posisi strategis bagi perempuan, seperti Menteri Keuangan yang dijabat oleh ibu Sri Mulyani.

Akan tetapi pada saat transisi ke Pemerintahan Prabowo. Ada Penurunan Representasi Peralihan kepemimpinan ke Presiden Prabowo Subianto pada tahun 2024 membawa perubahan dalam komposisi kabinet.

Dalam Kabinet Merah Putih yang diumumkan, hanya terdapat lima menteri perempuan dari total 48 menteri, yang berarti sekitar 10,4% saja.

Jika termasuk wakil menteri, dari total 56 wakil menteri, hanya sembilan yang perempuan, sehingga total keterwakilan perempuan di kabinet ini hanya sekitar 13,4%.

Angka ini menunjukkan penurunan signifikan dibandingkan dengan  masa Jokowi. Maka angka ini jauh dari target 30% keterwakilan perempuan.

Dampak dari Minimnya representasi perempuan dalam kabinet Prabowo memiliki beberapa kendala. Salah satunya adalah Pengambilan Kebijakan yang Kurang Inklusif.

Keterwakilan perempuan yang rendah dapat menyebabkan kurangnya perspektif gender dalam pengambilan kebijakan, yang berpotensi mengabaikan isu-isu spesifik yang mempengaruhi perempuan.

Sebagai perbandingan, beberapa negara telah berhasil mencapai atau bahkan melampaui target keterwakilan perempuan dalam pemerintahan.

Misalnya, Finlandia pada tahun 2023 mencapai 46% keterwakilan perempuan di parlemen, dan pada tahun 2022, 12 dari 19 menteri dalam kabinet adalah perempuan.

Baca Juga:
Jaga Kebugaran Personel untuk Pilkada 2024, Dokkes Polresta Malang Kota Gelar Pemeriksaan Kesehatan Rutin

Capaian ini menunjukkan bahwa dengan komitmen politik yang kuat dan kebijakan afirmatif yang tepat, peningkatan representasi perempuan dalam pemerintahan dapat diwujudkan.

Harapan pada langkah ke Depan diharapkan ada komitmen dalam pemerintahan untuk memberikam ruang lebih secara faktual. Jika itu tidak dilakukan maka keterwakilan perempuan dalam kabinet akan sulit mencapai target yang diharapkan.

Pemerintah perlu menyadari bahwa kesetaraan gender bukan hanya isu keadilan sosial, tetapi juga kunci untuk pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif.

Dalam konteks transisi dari pemerintahan Jokowi ke Prabowo, diharapkan evaluasi terhadap komposisi kabinet saat ini dapat mendorong perubahan positif di masa mendatang, sehingga perempuan dapat berkontribusi secara maksimal dalam pembangunan bangsa.