SITUBONDO – Sekolah seharusnya menjadi tempat aman dan nyaman bagi anak-anak menimba ilmu. Namun, realitas di SDN 3 Kalianget justru sebaliknya: plafon ambrol, tembok retak, atap rapuh potret buram dunia pendidikan yang terabaikan.
Kekhawatiran tak hanya dirasakan para guru dan siswa, tapi juga warga sekitar.
“Anak-anak sering ketakutan kalau hujan atau angin kencang. Kalau plafon bisa jatuh sewaktu-waktu, bagaimana kalau atapnya menyusul?” ungkap salah satu wali murid dengan nada cemas.
Kepala Sekolah: “Sudah Berkali-kali Lapor, Tapi Seolah Tak Didengar”
Kepala sekolah Zaenal Abidin menyebut kerusakan bangunan bukan hal baru. Sejak bertugas tahun 2024, ia telah berkali-kali melaporkan kondisi sekolah ke Dinas Pendidikan, namun responsnya nihil.

“Kami sudah mengajukan proposal sejak lama, tapi tidak pernah ada tindak lanjut. Apakah harus ada korban dulu baru bertindak?” tegas Zaenal.
Kondisi bangunan yang nyaris roboh ini tak hanya mengganggu proses belajar, tapi juga menjadi ancaman nyata keselamatan. Guru dan siswa terpaksa menjalani aktivitas harian dengan waswas sebuah kondisi yang tak layak dibiarkan.
Desakan pun datang dari para guru dan wali murid yang kecewa pada lambannya respons pemerintah.
“Ini soal nyawa dan masa depan anak-anak. Kalau tidak segera diperbaiki, siapa yang bertanggung jawab kalau terjadi kecelakaan?” kata salah seorang guru.
Hingga berita ini ditulis, Dinas Pendidikan belum memberikan tanggapan resmi.
Masyarakat berharap keluhan ini tidak lagi dipinggirkan. Jika tak ada langkah konkret dalam waktu dekat, bukan tak mungkin akan muncul gelombang protes lebih besar.