BeritaPortal Sumsel

Kelangkaan Gas Elpiji 3 Kg Viral, Pemkot Lubuklinggau Adakan Rakor

38
×

Kelangkaan Gas Elpiji 3 Kg Viral, Pemkot Lubuklinggau Adakan Rakor

Sebarkan artikel ini
Kelangkaan Gas Elpiji 3 Kg Viral, Pemkot Lubuklinggau Adakan Rakor
Suasana rapat koordinasi (Rakor) mengenai ketersediaan dan distribusi gas subsidi 3 kg di ruang rapat kantor Disdagrin Lubuklinggau, Senin (20/9/2021). (Photo.Ist)

LUBUKLINGGAU. portalindonesia.com –  Sekda Kota Lubuklinggau, HA Rahman Sani didampingi Asisten Bidang Ekonomi Keuangan dan Pembangunan (Ekubang), Kgs Efendi Ferry dan Kadisdagrin, H Surya Darma memimpin rapat koordinasi (Rakor) mengenai ketersediaan dan distribusi gas subsidi 3 kg, bertempat di ruang rapat kantor Disdagrin Lubuklinggau, Senin (20/9/2021).

Dalam arahannya Sekda mengatakan akhir-akhir ini terjadi kelangkaan gas subsidi di kalangan masyarakat, padahal dilihat dari stoknya, gas elpiji tersebut masih tersedia.

Menurutnya, gas merupakan suatu kebutuhan, tak hanya masyarakat miskin tapi juga seluruh kalangan. “Jangan sampai isu kelangkaan terus berkembang sehingga menimbulkan pemikiran negatif di kalangan masyarakat dan muaranya terjadi hal-hal yang tak diinginkan. Oleh karena itu perlu dilakukan pengawasan dan sinergitas,” tukasnya.

Asisten Bidang Ekubang, Kgs Efendi Ferry menambahkan sebenarnya gas tidak langka, hanya saja distribusi ke pangkalan disesuaikan dengan kebutuhan.

Sementara itu, Kadisdagrin, H Surya Darma mengemukakan tugas Disdagrin adalah melakukan pengawasan terhadap barang yang beredar di masyarakat, termasuk barang subsidi.

Dari informasi yang beredar, di Kecamatan Lubuklinggau Utara I dan Lubuklinggau Utara II telah terjadi kelangkaan gas subsidi dan harganya melebihi harga eceran tertinggi (HET) hingga mencapai Rp30 ribu.

Sedangkan data dari Pertamina pusat ada 190.000 tabung gas yang didistribusikan untuk September, sementara penggunaan gas setiap bulan 120.000 tabung. Artinya ada sekitar 50 ribu tabung yang mengalami los.

Banyak gas dibeli orang yang tidak berhak. Oleh karena itu, pangkalan harus mendata setiap orang yang membeli agar bisa diketahui orang itu mampu atau tidak.

Surya Darma mensinyalir kemungkinan besar tabung gas tersebut beredar ke kabupaten tetangga. Setiap kelurahan harus memiliki pangkalan dan data orang miskin, sehingga kelangkaan bisa diantisipasi.

Sedangkan Sales Branch Manager Pertamina, Ahad Jabbar menyampaikan tahap penyaluran pertama dilakukan dari SPBE ke empat agen dan sesuai kuota BPK Migas.

SPBE membawahi gas menggunakan mobil agen yang dibawa ke pangkalan. Mobil agen mempunyai pelang agen.

Apabila melihat ada mobil yang membawa gas tidak mempunyai pelang agen harus ditindak karena melanggar dan disidak secara langsung.

Nanti akan didata kembali jangan sampai di desa ada dua pangkalan, diharapkan SPBE di daerah tetangga tidak mengambil gas dari daerah sekitarnya.

Untuk menjadi pangkalan dan agen tidak harus menyetor uang atau modal, apabila menggunakan uang pihak agen dan pangkalan akan berusaha untuk mengembalikan modalnya, maka hal ini dapat menimbulkan masalah.

Setiap kafe dan pabrik harus dicek karena mereka tidak berhak, yang berhak adalah masyarakat miskin.

Pertamina memberikan over tidak ditanggung oleh negara, maka pihak Pertamina tidak memberikan over akan tetapi sesuai dengan kuota.

Pihak Pertamina selalu sinergitas dengan pemerintah maupun Polres sekaligus memproses dan memantau, apabila ada pihak agen atau pangkalan yang bermasalah.

Pihak agen menyampaikan, memang ada penumpukan pangkalan tetapi dilihat juga jumlah penduduk di wilayah itu banyak atau tidak. Harus ada tata ulang untuk memperkecil selisih harga antara daerah tetangga dengan harapan perbedaannya tidak terlalu mencolok.

Pihak pangkalan menyebutkan terjadinya kelangkaan gas karena ada konsumen yang beda kelurahan membeli gas di pangkalan lainnya sehingga gas cepat habis. “Kami bingung apabila tidak dikasih, masyarakat akan menuntut,” tandasnya.

Dari pihak Polres Lubuklinggau menambahkan gas di pangkalan, hanya untuk masyarakat di wilayah pangkalan tersebut bukan untuk wilayah lain. Gas adalah barang subsidi dimana apabila melanggar dikenakan denda Rp 60 M dan ancaman enam tahun penjara.

Kabid Pengendalian Barang Pokok dan Penting Disdagrin Kota Lubuklinggau, Arwandy Andang Cahaya menyampaikan permasalahan tersebut memang dari pangkalan, maka perlu dilakukan pemetaan dan pendataan ulang.(*/Erwin)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *